Senin, 19 Oktober 2009

20 okt 2009

huahhh siang2 gni pala gw mumet asli! tugas outline penelitian luma kelar juga,,, cri ide nya cukup bikin pala gw stressss...
kmren c lmyn da hiburan cz da temen yg bs gw smsin dan kita konyol-konyolan,, tapi hri ni... dah udara panas bgt... bahan tugas fis. pasca panen jg ya ga nemu2... bis tu agenda gw padet maning... ya allah.. gw jd org kok bisanya ngeluh mulu ya.....maaphin yua... g mksd kok sbnrnya.. cm pgn cerita doank. g p2 khan? hehehe

antara trubus dan jurnal

Majalah TRUBUS Jurnal
Tujuan










Sasaran







Isi


























Sistematika - Mengetahui fakta ilmiah dan empiris tentang buah mengkudu.







- Masyarakat dapat mengetahui bahwa salah satu manfaat mengkudu yaitu dapat menurunkan berat badan sesuai dengan fakta ilmiah.

- Kandungan senyawa pada buah mengkudu. Diantaranya: akubin, alizarin, asam askorbat, damnakantal, glikosida, morindon, xeronin dll.
- Membuktikan fakta empiris sesuai riset yang telah dilakukan pada buah mengkudu.
- Manfaat buah mengkudu selain dapat menurunkan berat badan juga dapat menanggulangi penyakit diabetes tipe 2, hipertensi, kanker serviks dll.
- Tanaman mengkudu sebagai salah satu tanaman penyerap polutan yang handal.
- Buah mengkudu dapat menjadi produk olahan yang berupa : simplisia kering, jus, kapsul dll.

- Sistematika penulisan tidak rapi, tidak terlalu fokus dalam arti cakupan bahasannya terlalu luas, penggunaan kata sambung kurang tepat, serta pengaturan paragraf yang kurang rapi.
- Mengetahui peluang pengembangan minuman dari buah mengkudu
- Mengetahui manfaat, kandungan senyawa serta khasiat yang terkandung dalam buah mengkudu.
- Mengetahui kelayakan buah mengkudu untuk dikonsumsi masyarakat.

- Masyaraakat dapat mengetahui bahwa buah mengkudu merupakan obat yang multifungsional.



- Buah mengkudu dapat dijadikan produk olahan, seperti: jus, sari buah, serbuk buah tanpa biji, kapsul dll.
- Kandungan nutrisi dalam buah mengkudu, diantaranya: Vitamin A, Vitamin C, Niasin, Tiamin, Riboflafin dll.
- Senyawa- senyawa fitokimia yang terkandung pada buah mengkudu, diantaranya: Terpen, Acubin, Lasperuloside, Alizarin dll.
- Manfaat buah mengkudu dan hasil olahan dari buah mengkudu dapat mengobati beberapa penyakit degeneratif. misalnya : kanker, tumor, diabetes dll.



- Sistematika penulisan sesuai dengan tata cara penulisan jurnal pada umumnya.







oleh: akmala-akmal
11.46 20 okt 09

pertanian organik

PENDAHULUAN
Keberhasilan pembangunan pertanian selama ini telah memberikan dukungan yang sangat tinggi terhadap pemenuhan kebutuhan pangan rakyat . Namun demikian disadari bahwa dibalik keberhasilan tersebut terdapat kelemahan kelemahan yang perlu diperbaiki. Produksi yang tinggi yang telah dicapai banyak didukung oleh teknologi yang memerlukan input (masukan) bahan-bahan anorganik yang tinggi terutama bahan kimia pertanian seperti pupuk urea, TSP/SP-36, KCl, pestisida, herbisida, dan produk-produk kimia lainnya yang berbahaya bagi kesehatan dengan dosis yang tinggi secara terus-menerus, terbukti menimbulkan banyak pencemaran yang dapat menyumbang degradasi fungsi lingkungan dan perusakan sumberdaya alam, serta penurunan daya dukung lingkungan..Berbicara tentang pertanian di tengah gejolak defisitnya pangan yang melanda berbagai negara di dunia, bukanlah merupakan topik yang menyenangkan untuk dibahas. Kebijakan pembangunan pertanian konvensional yang diterapkan selama ini bersifat industrial, boros, energi tak terbarukan, eksploitatif sumber daya alam, dan berorientasi pada peningkatan produksi, terutama produksi pangan.Puluhan juta petani dibuat menjadi sangat tergantung pada penggunaan bibit unggul, pupuk, dan pestisida kimia yang boros energi dan merusak lingkungan. Pada permulaan penggunaan, mampu meningkatkan produksi tetapi tidak lama kemudian produktivitas lahan menurun dan pencemaran lingkungan meningkat serta resiko bahaya bagi kesehatan masyarakat dan konsumen yang meningkat. Hal ini akan memaksa masyarakat menerapkan teknologi pertanian alternatif yang lebih bersahabat dengan alam, tidak berbahaya bagi lingkungan dan kesehatan, menghemat biaya produksi, serta tetap dapat memenuhi kebutuhan dasar manusia terutama pangan.Salah satu teknologi alternatif yang menjadi solusi saat ini dikenal dengan nama “pertanian organik”, “usaha tani organik”, “pertanian alami”, atau “pertanian berkelanjutan masukan rendah”. Pengertian tersebut pada dasarnya mempunyai prinsip dan tujuan yang sama, yaitu untuk melukiskan sistem pertanian yang bergantung pada produk-produk organik dan alami, serta secara total tidak termasuk penggunaan bahan-bahan sintetik.


Pertanian organik sebenarnya bukanlah sesuatu yang baru dan asing bagi petani di Petani di Indonesia, terutama yang hidup 1970-an telah menerapkan sisitem pertanian organik sehingga sistem ini dianggap hampir identik dengan pola pertanian tradisional. Hal ini disebabkan oleh pertanian organik akrab dengan lingkungan dan tidak merusak lahan pertanian sehingga unsur hara dapat dilestarikan. sejalan dengan perkembangan pertanian organik di dunia. Konsumen negara-negara maju menjadi pemicu awal dan inspirasi bergulirnya pertanian organik. Di Indonesia, pertanian organik menjadi “tren” karena tumbuhnya kesadaran konsumen untuk mengonsumsi produk yang aman dan sehat.Memasuki abad 21, masyarakat dunia mulai sadar bahaya yang ditimbulkan oleh pemakaian bahan kimia sintetis dalam pertanian. Orang semakin arif dalam memilih bahan pangan yang aman bagi kesehatan dan ramah lingkungan. Gaya hidup sehat dengan slogan “Back to Nature” telah menjadi trend baru meninggalkan pola hidup lama yang menggunakan bahan kimia non alami, seperti pupuk, pestisida kimia sintetis dan hormon tumbuh dalam produksi pertanian. Pangan yang sehat dan bergizi tinggi dapat diproduksi dengan metode baru yang dikenal dengan pertanian organik.Pertanian organik adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi . Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat ( www. Litbang.deptan.go.id., 2002).Menurut Sabastian E.S (2008), pertanian organik merupakan sistem pertanian holistik yang mempromosikan dan menguatkan kesehatan agroekosistem, termasuk biodiversiti siklus biologis dankegiatan-kegiatan biologis tanah dan memiliki tujuan sebagai berikut:Menguatkan keanekaragaman biologi di dalam seluruh sistem.Mempromosikan penggunaan yang sehat dari tanah, air, dan udara sekaligus juga meminimalkan semua bentuk polutan yang muncul karena faktor-faktor kegiatan pertanian. manajemen produksi terpadu yang menghindari pupuk buatan, pestisida dan hasil rekayasa genetik, menekan pencemaran udara, tanah dan air. Di sisi lain pertanian organik juga meningkatkan kesehatan dan produktivitas di antara flora, fauna dan manusia (www.svoong.com, 2007).
IFOAM (International Federation of Organic Agriculture Movements) menjelaskan pertanian organik adalah sistem pertanian yang holistik yang mendukung dan mempercepat biodiversiti, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sertifikasi produk organik yang dihasilkan, penyimpanan, pengolahan, pasca panen dan pemasaran harus sesuai standar yang ditetapkan oleh badan standardisasiHaris Syahbuddin
, 2005).

Sejak tahun 1990, isu pertanian organik mulai berhembus keras di dunia. Sejak saat itu mulai bermunculan berbagai organisasi dan perusahaan yang memproduksi produk organik. Di Indonesia dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA) pada tgl 1 Februari 2000 di Malang. Di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas pestisida seperti yang diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw Malang. Walaupun demikian, produk organik yang beredar di pasar Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya (Anonim, 2008).

Setiap prinsip dalam pertanian organik dinyatakan melalui suatu pernyataan disertai dengan penjelasannya. Prinsip-prinsip ini harus digunakan secara menyeluruh dan dibuat sebagai prinsip-prinsip etis yang mengilhami tindakan. Prinsip-prinsip tersebut adalahPertanian organik harus melestarikan dan meningkatkan kesehatan tanah, tanaman, hewan, manusia dan bumi sebagai satu kesatuan dan tak terpisahkan. Prinsip ini menunjukkan bahwa kesehatan tiap individu dan komunitas tak dapat dipisahkan dari kesehatan ekosistem. Tanah yang sehat akan menghasilkan tanaman sehat yang dapat mendukung kesehatan hewan dan manusia. Kesehatan merupakan bagian yang tak terpisahkan dari sistem kehidupan. Hal ini tidak saja sekedar bebas dari penyakit, tetapi juga dengan memelihara kesejahteraan fisik, mental, sosial dan ekologi. Ketahanan tubuh, keceriaan dan pembaharuan diri merupakan hal mendasar untuk menuju sehat.

Peran pertanian organik baik dalam produksi, pengolahan, distribusi dan konsumsi bertujuan untuk melestarikan dan meningkatkan kesehatan ekosistem dan organisme, dari yang terkecil yang berada di dalam tanah hingga manusia. Secara khusus, pertanian organik dimaksudkan untuk menghasilkan makanan bermutu tinggi dan bergizi yang mendukung pemeliharaan kesehatan dan kesejahteraan. Mengingat hal tersebut, maka harus dihindari penggunaan pupuk, pestisida, obat-obatan bagi hewan dan bahan aditif makanan yang dapat berefek merugikan kesehatan.

B. Prinsip Ekologi

Pertanian organik harus didasarkan pada sistem dan siklus ekologi kehidupan. Bekerja, meniru dan berusaha memelihara sistem dan siklus ekologi kehidupan. Prinsip ekologi meletakkan pertanian organik dalam sistem ekologi kehidupan. Prinsip ini menyatakan bahwa produksi didasarkan pada proses dan daur ulang ekologis. Makanan dan kesejahteraan diperoleh melalui ekologi suatu lingkungan produksi yang khusus. Sebagai contoh, tanaman membutuhkan tanah yang subur, hewan membutuhkan ekosistem peternakan, ikan dan organisme laut membutuhkan lingkungan perairan. Budidaya pertanian, peternakan dan pemanenan produk liar organik haruslah sesuai dengan siklus dan keseimbangan ekologi di alam. Siklus-siklus ini bersifat universal tetapi pengoperasiannya bersifat spesifik-lokal.

Pengelolaan organik harus disesuaikan dengan kondisi, ekologi, budaya dan skala lokal. Bahan-bahan asupan sebaiknya dikurangi dengan cara dipakai kembali, didaur ulang dan dengan pengelolaan bahan-bahan dan energi secara efisien guna memelihara, meningkatkan kualitas dan melindungi sumber daya alam. Pertanian organik dapat mencapai keseimbangan ekologis melalui pola sistem pertanian, membangun habitat, pemeliharaan keragaman genetika dan pertanian. Mereka yang menghasilkan, memproses, memasarkan atau mengkonsumsi produk-produk organik harus melindungi dan memberikan keuntungan bagi lingkungan secara umum, termasuk di dalamnya tanah, iklim, habitat, keragaman hayati, udara dan air.Pertanian organik harus memberikan kualitas hidup yang baik bagi setiap orang yang terlibat, menyumbang bagi kedaulatan pangan dan pengurangan kemiskinan. Pertanian organik bertujuan untuk menghasilkan kecukupan dan ketersediaan pangan maupun produk lainnya dengan kualitas yang baik. Prinsip keadilan juga menekankan bahwa ternak harus dipelihara dalam kondisi dan habitat yang sesuai dengan sifat-sifat fisik, alamiah dan terjamin kesejahteraannya. Sumber daya alam dan lingkungan yang digunakan untuk produksi dan konsumsi harus dikelola dengan cara yang adil secara sosial dan ekologis, dan dipelihara untuk generasi mendatang. Keadilan memerlukan sistem produksi, distribusi dan perdagangan yang terbuka, adil, dan mempertimbangkan biaya sosial dan lingkungan yang sebenarnya.Pertanian organik harus dikelola secara hati-hati dan bertanggung jawab untuk melindungi kesehatan dan kesejahteraan generasi sekarang dan mendatang serta lingkungan hidup. Pertanian organik merupakan suatu sistem yang hidup dan dinamis yang menjawab tuntutan dan kondisi yang bersifat internal maupun eksternal. Para pelaku pertanian organik didorong meningkatkan efisiensi dan produktifitas, tetapi tidak boleh membahayakan kesehatan dan kesejahteraannya. Karenanya, teknologi baru dan metode-metode yang sudah ada perlu dikaji dan ditinjau ulang. Maka, harus ada penanganan atas pemahaman ekosistem dan pertanian yang tidak utuh.Prinsip ini menyatakan bahwa pencegahan dan tanggung jawab merupakan hal mendasar dalam pengelolaan, pengembangandan pemilihan teknologi di pertanian organik. Ilmu pengetahuan diperlukan untuk menjamin bahwa pertanian organik bersifat menyehatkan, aman dan ramah lingkungan. Tetapi pengetahuan ilmiah saja tidaklah cukup. Seiring waktu, pengalaman praktis yang dipadukan dengan kebijakan dan kearifan tradisional menjadi solusi tepat. Pertanian organik harus mampu mencegah terjadinya resiko merugikan dengan menerapkan teknologi tepat guna dan menolak teknologi yang tak dapat diramalkan akibatnya, seperti rekayasa genetika (genetic engineering). Segala keputusan harus mempertimbangkan nilai-nilai dan kebutuhan dari semua aspek yang mungkin dapat terkena dampaknya, melalui proses-proses yang transparan dan partisipatif Dampak sistem pertanian konvensional terhadap berkelanjutan kehidupan memamg sangat mengkhawatirkan. Sistem pertanian konvensional tidak hanya mengancam karena kerusakan lingkungan yang secara langsung diakibatkannya, tetapi juga karena kerusakan dari aspek sosial dan ekonomi. Karenanya, sistem pertanian konvensional harus diberhentikan, walaupun tidak bisa diubah secara revolusioner. Oleh karena itu, pertanian organik solusi yang sangat tepat karena mengedepankan hubungan yang harmonis antar unsur-unsur yang ada di alam dan mampu memperbaiki kerusakan yang sudah terjadi akibat sistem pertanian konvensional.Sistem pertanian konvensional menggantikan teknologi berbasis sumberdaya lokal dengan teknologi impor yang harus dibeli oleh petani. Sedangkan pertanian organik dapat memutuskan mata rantai ketergantungan terhadap teknologi impor. Bahan-bahan dasar sarana produksi yang digunakan oleh pertanian organik bersumber dari sumber daya lokal termasuk benih. Benih-benih tersebut secara gratis bisa diperbanyak tanpa harus takut terperangkap akan hak paten perusahaan. Hal ini akan mendorong petani lebih kreatif menciptakan teknik-teknik yang dapat mempermudah hidupnya dan tidak mempersulit makhuk hidup lainnya untuk melanjutkan hidupnya.Sistem pertanian konvensional melahirkan sebuah gerakan sosial yang rapuh. Contohnya adalah monokulturisasi yang melahirkan kompotisi antar petani terhadap air, pasar, dan sarana produksi lainnya. Monokulturisasi juga menyebabkan petani bersaing untuk menjual produk pertaniannya karena terjadinya panen yang bersamaan untuk komoditas yang seragam. Sebaliknya, pertanian organik sangat mengandalkan keanekaragaman tanaman dan rotasi tanaman.sehingga kompetisi antar tanaman dan antar petani dapat dihindarkan, karena pertanian organik sangat mengandalkan kerjasama antar petani dalam sebuah ekosistem pertanian yang luas.Selama hampir seabad, secara sistematis sistem pertanian konvensional tidak memerikan pendidikan yang berarti bagi konsumen. Dimana konsumen tidak merasa penting untuk mengetahui bagaimana proses produksi berlangsung, Konsumen juga tidak merasa tidak bermoral untuk mengonsumsi produk yang di produksi dengan darah dan air mata.

Pendorong bangkitnya kesadaran konsumen, pada awalnya adalah karen publikasi dari kampanye para penggerak pertanian organik . Tentang bahaya mengonsumi produk pangan hasil sistem pertanian konvensional bagi kesehatan manusia. Pada akhirnya menyadarkan konsumen sehingga membebaskannya dari keterasingan dari proses produksi. Kemudian mulai membangun hubungan dengan petani, yang melahirkan mekanisme pasar yang lebih adil.

D. Jalan Pembebasan IV: Membebaskan Dunia Dari Pengrusakan Lingkungan

Pengrusakan lingkungan dari sistem pertanian konvensional, berupa: erosi tanah permukaan dan lahan pertanian, curah hujan yang tinggi, residu pestisida di air permukaan, limbah organik dan limbah domestik, penggunaan pupuk urea dan pembuangan limbah ternak menghasilkan gas metan / gas berbahaya dll. , penggunaan varietas dan jenis tanaman unggul pada suatu areal yang luas dari satu musim ke musim berikutnya. Selain itu kerusakan tanah karena pengguna pupuk sintetik secara perlahan-lahan diperbaiki oleh penggunaan pupuk kompos, rotasi tanaman, dan sistem multiple cropping. Dengan rotasi tanaman dan sistem multiple cropping, maka ledakan hama dan penyakit dapat di kendalikan. Dengan adanya kompos, maka segala unsur yang diperlukan tanaman menjadi tercukupi.Chamber R dan G. Conway menyebutkan bahwa penghidupan (livelihood) akan berkelanjutan (sustainable) jika penghidupan yang ada memampukan orang/masyarakat untuk menghadapi dan pulih dari tekanan dan guncangan, memampukan orang/masyarakat untuk mengelola dan menguatkan kemampuan (capabilities) dan kepemilikan sumber daya (assets) untuk kesejahteraannya/masyarakat saat ini (sekarang) maupun masyarakat/kehidupan di masa mendatang, serta tidak menurunkan kualitas sumber daya alam yang ada.

Pembebasan yang dilakukan oleh pertanian organik akan membawa manusia kepada kehidupan yang berkelanjutan. Pertanian organik mendorong perbaikan sumber daya yang dimiliki manusia. Perbaikan sumber daya manusia dapat diuraikan menjadi perbaikan sumber daya manusia, perbaikan sumber daya alam, perbaikan sumber daya sosial, perbaikan sumber daya ekonomi, dan perbaikan sumber daya infrastruktur.

Selain informasi tersebut, menurut The International Federation of Organic Agriculture Movements (IFOAM) menyatakan bahwa pertanian organik bertujuan untuk:

1) Menghasilkan produk pertanian yang berkualitas dengan kuantitas memadai

2) Membudidayakan tanaman secara alami

3) Mendorong dan meningkatkan siklus hidup biologi dalam ekosistem pertanian

4) Memelihara dan meningkatkan kesuburan tanah jangka panjang

5) Menghindarkan seluruh bentuk cemaran yang diakibatkan penerapan teknik pertanian

6) Memelihara keragaman genetik sistem pertanian dan sekitarnya

7) Mempertimbangkan dampak sosial dan ekologis yang lebih luas dalam sistem usaha tani

APLIKASI PERTANIAN ORGANIK PADA BUAH NAGA

Menurut Ir. Achmad Sarjana Msi, mantan ketua Masyarakat Pertanian Organik (MAPORINA) Jabotabek, kualitas buah organik memang lebih unggul dibanding hasil budidaya konvensional. ”Rasa lebih manis dan daya simpan buah lebih panjang. Tanaman juga lebih bandel terhadap hama dan penyakit,” kata Sarjana. Buah naga organik tahan simpan hingga seminggu pascapetik di suhu ruang. Buah hasil budidaya konvensional hanya tahan 4-5 hari. Pada periode itu penampilan buah masih menarik.

Selanjutnya, menurut Daniel Kristanto, pekebun buah naga di Jawa Timur, buah-hasil budidaya organik dan konvensional-bisa bertahan hingga 25 hari dengan manipulasi atmosfir. Contohnya, dengan mengurangi oksigen kurang dari 8 %, meningkatkan karbondioksida lebih dari 2 %. Meningkatkan kelembaban udara di atas 89 %, dan menjaga suhu di kisaran 13-15ÂșC. Itulah yang dilakukan eksportir mancanegara untuk mengirimkan buah naga ke Indonesia.

Kandungan hara lengkap pupuk organik-seperti N, P, K, Ca, Mg, Bo-membuat buah lebih manis. ”Pada kebun konvensional terjadang pekebun hanya memberi pupuk NPK,” kata Sarjana. Padahal unsur lain seperti Mg dan Ca sangat penting. Magnesium misalnya, ,erupakan unsur penyusun klorofil. Tanaman yang cukup magnesium kandungan klorofilnya optimal. Dengan begitu reaksi pembentukan gula dari H2O dan CO2 lebih tinggi. Sedangkan kalsium memperkuat dinding sel sehingga kualitas buah lebih bagus dan lebih tahan simpan. Buah juga tidak gampang pecah. Pada pertanian konvensional, pasokan Mg dan Ca dapat dipenuhi oleh dolomit. Yaitu kapur pertanian yang mengandung magnesium.

Sinatra Harjadinata, seorang pengusaha buah naga di Bogor (pemilik Imdian Hill Farm) juga menerapkan sistem pertanian organik. Ia membenamkan pupuk organik hasil fermentasi kotoran kambing. Dosisnya 10-15 kg per tiang. Bokashi itu diberikan setiap 5 bulan. Sinatra memilih kotoran kambing karena ketersediannya melimpah di desa-desa sekitar kebun. Kotoran kambing dihancurkan dan difermentasi agar hara yang terkandung mudah diserap. Kotoran kambing yang berbentuk butiran dan berselaput sulit didekomposisi mikroorganisme-mengandung lactobacillus, bacillus, pseudomonas, dan mykoriza-yang dikocorkan setiap 3 bulan. Caranya seliter larutan biang mikroorganisme dicampur dengan 99 liter air. Setiap pohon mendapat 5 liter larutan.

Agen hayati itu kini banyak tersedia di toko pertanian dan balai-balai pertanian. “Yang paling terkenal ialah agen hayati dari Jepang bernama efektif mikroorganisme yang banyak mengandung lactobacillus dan bacillus,” kata Sinatra. Lactobacillus yang ditambahkan pada pupuk kandang atau serasah mempercepat proses perombakan bahan organik. Misalnya, kotoran sapi secara alami membutuhkan waktu penguraian 2 bulan agar unsur hara di dalamnya dapat diserap tanaman. Dengan penambahan lactobacillus dari luar, waktu bisa dipersingkat setengahnya. Pemberian pupuk juga bisa menggunakan rumen sapi (kotoran isi perut sapi) yang dikenal kaya lactobacillus.

Sampai saat ini kebun yang meembudidayakan buah naga organik belum dilaporkan adanya serangan hama dan penyakit hebat. Serangan semut, belalang, dan kutu putih masih di bawah ambang ekonomi yang merugikan. Pestisida nabati berupa ekstrak singkong racun-mengandung sianida-pernah digunakan untuk mengusir semut dan belalang. Caranya 2 kg singkong racun dihancurkandan dilarutkan pada 10 liter air. Namun cara itu ditinggalkan karena pati pada singkong membuat larutan tak tahan lama dan berbau busuk. Kini arsitek dari Universitas Diponegoro itu tengah menjajaki penggunaan daun sereh dan daun kelor.

Meski tanpa campuran pupuk kimia, buah naga organik di Bogor tumbuh subur dan produktif. Menurut Prof. Dr. Dedik Budianta, pakar kesuburan tanah di Jurusan Tanah Fakultas Pertanian Universitas Sriwijaya, pertanian organik mampu menjaga kesehatan fisik, kimia, dan biologi tanah beserta lingkungannya.

Secara fisik bahan organik membuat tanah lebih gembur. Kemampuan tanah memegang hara dan air juga menjadi lebih baik. Itu membuat kondisi daerah perakaran optimum untuk penyerapan hara yang terlarut dalam larutan tanah. Pupuk organik juga menjadi pemasok hara-makro dan mikro-yang lengkap, sebut saja Ca, Mg, Mn, dan Fe.

Agen hayati juga berguna dalam proses biologis dalam tanah. ” mereka membantu mengubah unsur hara yang sulit diserap tanaman menjadi dapat diserap rtanaman”, kata dedik. Contohnya beberapa strain pseudomonas melarutkan fosfat dan kaliunm di dalam tanah mebjadi mudah diserap tanaman. ”bila cadangan hara di dalam tanah cukup, peran mikroorganisme bisa menggantikan asupan pupuk sintesis”, ujar dedik. Hara terpakai dikemablikan dengan membenamkan bahan organik berupa kotoran hewan maupun serasah tumbuhan. Dengan begitu buah naga alami bisa terus berproduksi.

DAFTAR PUSTAKA

Anonim. 2002. Prospek Pertanian Organik di Indonesia (on-line). http://www.litbang.deptan.go.id/berita/one/17/. Diakses pada 30 september 2009.

www.svoong.com, 2007

Husnain dan Haris S.2005. Mungkinkah Pertanian Organik di Indonesia? Peluang dan Tantangan ISSN : 2085-871X | Edisi Vol.4/XVII/Agustus 2005.Majalah INOVASI.

Anonim.2008. Sistem Pertanian Organik.Tanaman-musiman.blogspot.com. ( diakses pada 30 september 2009).

http://www.ifoam.org/about_ifoam/pdfs/POA_folder_indonesian.prinsip-prinsip pertanian organik.pdf.2009.

Saragih, Sabastian Eliyas. 2008. Pertanian Organik:Solusi Hidup Harmoni dan Berkelanjutan. Jakarta: Penebar Swadaya.


di pos kan oleh: akmala-akmal
11.36 20 okt 2009


klo mw ngambil makalah ini, harus menyertakan penulis nya !!!

Sabtu, 05 September 2009

5 sep 2009

assalamualaikum,,, yap hari ini  gw mw nullis ttg cerita yg menurut gw menarik tuk di tulis. hm.. ntar dulu apaan ya... "ting!" iya.. gw dpt ilham, hari ini seperti biasa gw bgn pagi2 ( di kamus gw bgn pagi itu jam 7  hehehe ), trus mandi ,,, dandan dan menghabiskan 1 jam setengah.. ( unik ya.. padahal dandanny cuma gitu2 doank!). hr ni agenda gw mw k masjid dulu biz tu kuliah dah selanjutnya terserah gw alias lanjutin tidur td mlm atoo bisa di sebut tidur siang. setelah dandan sekian lama, gw cabut dari kos an menuju masjid fatimatuzzahra yg g terlalu jauh dri kos an. sesampainya gw disana tuk beberapa menit gw sempet celingak-celinguk kyk anak ilang di tengah hutan biz biasanya tu masjid jam seitu rame tpi gw heran kok sepi amit ya... ok! akhirnya lanjutkan langkah gw menuju ruang radio. dan disana gw menemukan sesosok......... lelaki yang...... spertinya menyeramkan tpi dya bkn hantu ato semacamnya dya tu boz alias pimpinan UPM radio biasa di sebut "mas jaja"(peace ya mas.. ^_^). lanjut.. setelah beberapa menit gw mewanwancarai mas jaja ya.. sebenernya sih bkn mewawancarai tpi cm nanya doank org2 pd kemana.. hehe( emank dasar lebay...). ternyata... org2 pd ngumpul di sebelah timur masjid, singkat cerita gw dah gabung ma mereka.disana gw ditemani mba leli, bu apa gitu namanya gwlupa yg penting kt anak2 masjid dya tu slh stu dri tkmir masjid, en.. berkardus2 bju bekas.

jam sudah menunjukkan waktu pukul 9.00 am waktu indonesia bagian purwokerto, maka dimulailah acara jualan baju2 murah. hrg2 nya sekitar gope ampe 2000 rupiah aja.. hm.. harga yg sgt murah untuk bju yg menurut gw masih lumayan lah.... secara ostosmastis para ibu2 berbondong2 mengerumuni tumpukan bju2 murah dan berharap mereka dpt bju yg msh bgs2. dsna da ibu2 penurut alias klo disuruh pindah ya manut.. klo harganya segitu ya manut.. klo disurh pergi ya g amnut hehe da juga tuh ibu2 yang rese dah murah bgt tu bju2 dijualnya eh tetep aja nawar trus nawarnya g kira2 lagi.. beuh.... gw cm bs pasang muka sabar dan mesem2 dg nada sok lembut( padahal di dlm ati dah gemes pgn nabok) di tengah2 kesibukan, sempet terlintas di benak gw buat ikutan ngeborong tu bju2+kerudung murah2 ( gila aje gmn g tergiur kerudung bru2 gtu di jual gope an.. asli! gw g boong). mata shopping gw lgsg mencari mangsa untuk di mangsa ( huahahahahaha "ketawa setan"), tapiiiiiiiiii woi sadar lo.... masih banyak.... para janda2.. eh manusia2 yg lbh membutuhkan ini semua drpd elo!( dengan nada sok ustadz zainuddin emzet). ya.. gw tau.. akhirnya nafsu gw buat borong tu smw g jd deh bis,, gw g enak ma ibu2 ntu kykny mrk yg lbh membutuhkan ini semua drpd gw... jadi gtu deh.... jam 10.20 am hp gw dah teriak2 tandanya da kul... ( apa hub.. nya?) maksdunya.. gini  gw emank dah ngatur jadwal kul di kalender hp gw jd secara otomatis hp gw bakalan teriak2 kyk org kecekek klo da jadwal kul. dan gw cabut deh dr masjid terus.. kuliah alhamdulillah dosennya ada ya... tetep aja Walopun ada lm belajar bener masih ya.. cm ngobrol2 tok!.bis selese kul gw kmbali k kos san  en.. menunaikan kebiasaan harian gw klo g da acara yaitu.... nonton dan tidur.... ^_^.sorenya....... bungkusin korma di masjid bwt ta'jil para jamaah... 

hikmah yg bs gw ambil hr ni adalah........ hm... apaan ya.. bentar mikir dulu,,,, hm... 

ya.. hikmah nya klo gw mw jd penjual gw tu musti sabar.... trus.... apaan ya.. manfaatin wktu buat hal2 yg bermanfaat mumopung bln romadonnn mumpung masih idu...p....mumpung masih di berisejuta kenikmatan pokokke kata kunci hari ini adalah "mumpung" hidup mumpung!!!!!!.

Jumat, 04 September 2009

4 sep 2009

selamat siang smwnya.. hr ni... gw pny cerita menarik buat lo semua, pagi tadi seperti biasa gw telat bgn lagi dan hrs terbirit2 lari k kampus biar g telat walopun kul lm efektif bener tp tetep aja gw ngeri klo sampe da dosennya.. untung da temen gw si babeh yg bw motor uniknya. dan alangkah bijaksananya klo gw manfaatin itu. alias nebeng...dan ternyata,,, sesampainya di kampus, eng...ing..eng... kelas begitu sepi nian. fiuh... g p2 deh ... bisik gw dlm ht.
bingung mw ngapain di kampus akhirnya gw cabut aja terus k masjid deh bis gw igt hr ini da acara bagi2 parsel k rumah sakit margono. sesampainya dsna, gw terharu biru melihat saudara2 gw yg tergeletak ga karuan di kasur yg seadanya.. ya.. walaupun gw cm ikt bagi2 doang tpi gw bener2 bersyukur di bln ramadhan ni gw mash bs ngerasain nikmatnya berpuasa dan nikmat sehat yg g akan bs dibayar dg apapun jug( beu.. sok bijak..). yg lbh miris lg pas gw msk k ruangan tmpt pencucian darah, ternyata eh ternyata d ruangan tu jg byk orgny..( ya iya lah..namanya jg RS umum...). dan slh 1 dari mereka da yg msh berumur belasan alias msh muda bgt. mungkin SMP an kali ya.. dya di cuci darah dah 10 bln, ya ampun habis berapa tu duit cm buat sehat doank.. padahal klo gw mendingan cuci di rumah aja pke detergen gopean( g gitu jg sih...). ya begitulah teman2,, sejawat.. dan sejerawat.... ternyata buat sehat j tu muahallll le minta ampun. contoh nya kyk tadi en yg plg miris cuma g bs kentut j hrs ngeluarin duit berjuta2.. p lg g bs boker ya, mgkn ber triliun2.. tpi ya begitulah ALLAH sll suka dg kebersihan karena kebersihan itu pangkal kesehatan. klo dah bersih pasti sehat kan,, an klo dah sehat... bisa nikmatin p j yg kt mau... yg pasti tuk hr ni syukurilah sgala p yg tlah ALLAH beri. karena bejibun byk nikmat yg g kt syukuri.. misalnya nikmat sehat tadi..

Kamis, 20 Agustus 2009

PANGAN IRADIASI
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Tidak mengherankan jika semua negara baik negara
maju maupun berkembang selalu berusaha menyediakan suplai pangan yang
cukup, aman dan bergizi. Penyediaan pangan tersebut berpacu dengan
upaya pemenuhan jumlah dan mutu, termasuk di dalamnya keamanan,
sehingga penggunaan berbagai metode atau teknologi memerlukan
kehati-hatian dan ketepatan. Terdapat banyak cara pengolahan pangan
yang dapat memberikan perlindungan terhadap pangan yang akan dikonsumsi .antara lain pengeringan, pasteurisasi, pembekuan, pengasinan atau penambahan bahan tambahan pangan.

Alternatif lain yang cukup menjanjikan adalah menggunakan teknik iradiasi pangan, yaitu suatu proses dengan menggunakan energi ionisasi untuk membunuh mikroba. Kadang-kadang iradiasi pangan disebut juga sebagai Ã¢Ăą‚¬Ă…“pasteurisasi elektronikÃ¢Ăą‚¬Ă‚? atau Ã¢Ăą‚¬Ă…“pasteurisasi dinginÃ¢Ăą‚¬Ă‚?. Seperti halnya pasteurisasi tradisional, iradiasi pangan dapat meningkatkan keamanan pangan seperti daging, ayam, seafood, biji-bijian dan rempah yang tidak dapat di pasteurisasi panas tanpa terjadinya perubahan sifat dari mentah menjadi matang.

Iradiasi panganIradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan
serta membebaskan dari jasad renik patogen. Iradiasi pangan merupakan
proses yang aman dan telah disetujui oleh lebih kurang 50 negara di
dunia dan telah diterapkan secara komersial selama puluhan tahun di
USA, Jepang dan beberapa negara Eropa.

Proses iradiasi dilaksanakan dengan melewatkan / pemaparan pangan (baik
yang dikemas maupun curah) pada radiasi ionisasi dalam jumlah dan waktu
yang terkontrol untuk mencapai tujuan yang diinginkan (akan dijelaskan
di bawah). Di samping untuk alasan keamanan pangan, iradiasi juga dapat
dimanfaatkan untuk menunda pematangan beberapa jenis buah-buahan dan
sayuran dengan perubahan proses fisiologi jaringan tanaman serta untuk
menghambat pertunasan dari umbi-umbian. Proses ini tidak akan meningkatkan tingkat radioaktivitas pangan. Gelombang energi yang
dilepas selama proses dapat mencegah pembelahan mikroorganisme penyebab pembusukan pangan seperti bakteri dan jamur melalui perubahan struktur molekul.

Dalam meiradiasi pangan, sumber radiasi yang boleh digunakan adalah :
1. sinar Gamma dari radionuklida 60Co atau 137Cs; 2. sinar X yang
dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi pada atau
dibawah 5 MeV; 3. elektron yang dihasilkan dari mesin sumber yang
dioperasikan dengan energi pada atau dibawah 10 MeV.
Iradiasi pangan di dunia internasionalPenetapan ketentuan
tentang pangan iradiasi di berbagai negara di dunia dipengaruhi oleh
penetapan standar dunia tentang pangan iradiasi pada tahun 1983.
Standar ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC), suatu
badan gabungan antara Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO), yang bertanggung jawab dalam penyusunan standar pangan untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi praktek perdagangan pangan yang adil yang sampai saat ini telah beranggotakan 150 negara. Codex General Standard for Food Irradiation disusun berdasarkan hasil keputusan dari Joint Expert Committee on Food Irradiation (JECFI) yang dibentuk oleh FAO-WHO, dan International Atomic Energy Agency (IAEA). Standar dan pedoman yang dikeluarkan oleh Codex menjadi acuan internasional dalam melaksanakan proses iradiasi dan perdagangan pangan iradiasi.

Kecenderungan dunia menggunakan teknik iradiasi terus meningkat karena
adanya keuntungan yang diperoleh antara lain tersedianya pangan yang
bebas dari serangan (infestasi) serangga, kontaminasi dan pembusukan;
pencegahan penyakit karena pangan; dan pertumbuhan perdagangan pangan yang harus memenuhi standar impor dalam hal mutu dan karantina.
Iradiasi pangan memberikan keuntungan praktis jika diterapkan sesuai
dengan sistem penanganan dan dengan distribusi pangan yang aman. Lagi
pula dengan semakin ketatnya larangan penggunaan insektisida kimia
untuk mengendalikan serangga dan mikroba dalam pangan, maka iradiasi
merupakan alternatif yang efektif untuk melindungi pangan dari
kerusakan akibat serangga serta sebagai tindakan karantina untuk produk
pangan segar.

Di negara-negara yang melarang importasi buah yang mengandung bahan
kimia seperti USA dan Jepang sebagai importir utama telah melarang
penggunaan produk yang mengandung insektisida tertentu yang telah
dinyatakan berbahaya terhadap kesehatan. Dengan demikian,
ketidakmampuan suatu negara untuk memberikan pangan yang aman baik
untuk karantina maupun dari segi kesehatan akan menjadi hambatan dagang yang utama. Selama tahun 1996, United States Department of Agriculture (USDA) menerbitkan suatu aturan baru yang mengizinkan importasi sayur dan buah segar yang diiradiasi untuk tujuan mencegah lalat buah. Aplikasi Iradiasi PanganPada prakteknya terdapat tiga penerapan
umum dan kategori dosis dalam menggunakan radiasi ionisasi : 1. Iradiasi dosis rendah : sampai dengan 1 kGy 1. menghambat pertunasan : 0.05 - 0.15 kGy pada: kentang, bawang merah, bawang putih, jahe, ubi jalar dll. 2. Disinfestasi / mencegah serangan serangga dan disinfeksi parasit : 0.15 - 0.5 kGy pada : serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan kering dan daging, daging babi, dll. 3. Menunda proses fisiologis (misalnya pematangan): 0.25 - 1.0 kGy pada : sayur dan buah segar. 2. Iradiasi dosis medium :1 - 10 kGy 1. Memperpanjang masa simpan : 1.0 - 3.0 kGy pada : ikan segar, strawbeery, jamur, dll. 2. Eliminasi mikroba pembusuk dan patogen : 1.0 - 7.0 kGy pada : pangan laut segar dan beku, ternak dan daging segar maupun beku, dll.
3. Memperbaiki teknologi pangan : 2.0 - 7.0 kGy pada : anggur
(meningkatkan hasil sari buah), sayuran dehidrasi (mengurangi waktu
memasak), dll. 3. Iradiasi dosis tinggi: di atas 10 kGy 1. Sterilisasi
industri (kombinasi dengan pemanasan suhu rendah): 30 - 50 kGy pada :
daging, ternak, seafood, makanan steril untuk pasien di rumah sakit,
makanan steril untuk astronot dll. 2. Dekontaminasi beberapa bahan
tambahan pangan : 10 - 50 kGy pada : rempah, enzim, gum dll.

Keuntungan iradiasi pangan Iradiasi pangan cukup memberikan
manfaat yang luas baik bagi industri pangan maupun bagi konsumen antara
lain : * Mengurangi mikroorganisme patogen, sehingga dapat mengurangi
penyakit infeksi, akibatnya biaya yang timbul untuk pengobatan dapat
ditekan. * Dekontaminasi bumbu, rempah dll sehingga tidak merusak rasa
dan aromanya. * Memperpanjang masa simpan, sehingga frekwensi
transportasi distribusi pangan berkurang, akibatnya dampak transportasi
terhadap udara dan lingkungan juga berkurang dan kebutuhan energi untuk
transportasi juga dapat ditekan. * Mencegah serangan/disinfestasi
serangga sehingga dapat menekan berkurangnya gandum, tepung, serealia,
kacang-kacangan dll karena serangan serangga. * Menghambat pertunasan * Ekonomis, tidak banyak pangan yang terbuang karena busuk. * Iradiasi
dapat dilakukan untuk pangan dalam jumlah besar, baik dalam bentuk
curah maupun dikemas. * Iradiasi tidak merubah kesegaran produk (karena
tidak menggunakan panas).

Suatu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah iradiasi dapat
menjadikan suatu pangan yang kotor atau busuk menjadi baik dan bersih?
Tidak satupun teknik pengawetan pangan termasuk iradiasi dapat merubah
pangan yang busuk menjadi baik kembali. Hal yang patut diingat adalah
bahwa Iradiasi tidak dapat memperbaiki pangan yang telah rusak dan
iradiasi tidak dapat menggantikan fungsi Ã¢Ăą‚¬Ă‚?Good Hygienic Practices dan Good Manufacturing Practices (GMP)Ã¢Ăą‚¬Ă‚? yang tetap menjadi prasyarat utama.

Keamanan pangan Iradiasi Codex Alimentarius Commission telah melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi pangan dengan dosis rata-rata sampai dengan 10 kGy tidak menimbulkan bahaya toksisitas dan tidak memerlukan pengujian lebih lanjut. Studi keamanan pangan iradiasi juga dilakukan di berbagai negara baik terhadap hewan percobaan maupun studi klinis pada manusia. Dari hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa : * Iradiasi tidak menyebabkan pangan menjadi radioaktif. Proses iradiasi terjadi dengan melewatkan pangan dengan suatu sumber radiasi dengan kecepatan dan dosis yang terkontrol dan pangan tersebut tidak pernah kontak langsung dengan sumber radiasi. Ketika perlakuan iradiasi dihentikan, tidak ada energi yang tersisa dalam pangan. * Iradiasi tidak menyebabkan pangan menjadi toksik. Semenjak tahun 1940-an pangan iradiasi selalu diteliti dengan seksama terkait dengan toksisitasnya sebelum proses iradiasi diterapkan terhadap suatu pangan. * Konsumsi pangan iradiasi tidak menyebabkan terjadinya perkembangan kromosom tidak normal. * Perubahan kimia yang terjadi pada pangan iradiasi seperti pembentukan produk radiolitik, adalah produk yang juga
terbentuk karena proses pemanasan seperti glukosa asam format,
asetaldehida dan karbondioksida. Keamanan produk radiolitik ini telah
diuji secara seksama dan tidak ditemukan bahaya yang ditimbulkannya. *
Iradiasi tidak menimbulkan terjadinya pembentukan radikal bebas.
Radikal bebas juga terbentuk selama proses pengolahan pangan lain
seperti pemanggangan roti, penggorengan, pengeringan beku dan
lain-lain. * Iradiasi pangan yang dilaksanakan sesuai dengan GMP tidak
meningkatkan risiko botulisme.

Nilai Gizi Pangan Iradiasi Tidak satupun proses pengolahan dan
pengawetan pangan dapat meningkatkan nilai gizi pangan. Karena iradiasi
merupakan proses yang tidak menggunakan panas sehingga kehilangan zat
gizi terjadi dalam jumlah minimal dan lebih kecil dari pada proses
pengawetan lain seperti pengalengan, pengeringan dan pasteurisasi.
Codex Alimentarius Commission dan International Atomic Energy Agency
(IAEA), telah melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi
tidak menimbukan masalah gizi khusus pada pangan. Bahkan hasil sidang
FAO, WHO dan IAEA di Jenewa pada tahun 1997 yang membahas iradiasi
dengan dosis tinggi (>10 kGy) menyimpulkan bahwa dosis di atas 10
kGy tidak menyebabkan kehilangan zat gizi yang dapat berdampak terhadap
status gizi manusia.



Iradiasi pangan telah diteliti, diuji, dan dikaji secara mendalam selama lebih dari 40 tahun, dan saat ini telah memasuki tahap tinggal landas untuk penggunaan komersial di banyak negara. Sekitar 40 negara telah melegalisasi penggunaannya untuk berbagai jenis atau kelompok pangan, dan sekitar 60 iradiator komersial telah memberikan jasa iradiasi pangan di 29 negara. Codex Alimentarius Commisision telah mengeluarkan Standar Umum Pangan Iradiasi pada tahun 1983 dengan batas maksimum dosis iradiasi rata-rata yang diserap pangan 10 kGy. Pengumumana terbaru yang dikeluarkan WHO pada bulan September 1997 menyatakan bahwa 10 kGy tersebut seharusnya ditiadakan saja, karena bukti ilmiah menunjukkan pangan tetap aman dikonsumsi meskipun diiradiasi sampai 75 kGy, asal tidak terjadi perubahan cita rasa secara berlebihan, dan mikroba patogen sudah terbunuh. Perkembangan iradiasi pangan di negara maju terutama di Amerika tlah meningkat belakangan ini, dan diharapkan hal ini akan diikuti pula oleh negara-nrgara lain. Di Indonesia teknologi ini telah dilegalisasi sejak tahun 1987, dan enam jenis atau kelompok pangan sudah boleh diiradiasi untuk tujuan komersial. Teknologi iradiasi masih perlu dikembangkan dan dimasyarakatkan agar dapat dimanfaatkan secara luas, melalui harmonisasi peraturan antarnegara dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Selain itu, teknik iradiasi untuk beberapa keperluan, baik yang menggunakan dosis rendah, sedang maupun tinggi masih perlu dimantapkan atau dikembangkan agar penerapannya lebih efektif, efisien, dan ekonomis.


pemerintah menetapkan beberapa ketentuan tentang pelaksanaan iradiasi pangan yang meliputi izin pemanfaatan tenaga nuklir,jenis pangan yang boleh diiradiasi, dosis iradiasi, sumber iradiasi sertatujuan iradiasi. Ketentuan tersebut telah memperhatikan standarinternasional dan hasil-hasil percobaan di Indonesia oleh institusi yangbergerak dibidang tenaga nuklir. Sementara pengawasan terhadap produkpangan iradiasi dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan obat dan makanan.
Mutu pangan
Bagi produsen mutu pangan merupakan alat kompetisi terhadap produk lain,baik hasil produksi dalam negeri maupun pangan impor. Bagi pemerintah dalamperdagangan pangan selain keamanan, mutu merupakan salah satu persyaratanuntuk mewujudkan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab.

Persyaratan mutu suatu pangan dikemas dalam bentuk Standar Nasional
Indonesia yang ditetapkan oleh badan yang bertanggung jawab di bidang
standar. Standar tersebut bersifat sukarela. Namun, dengan beberapa
pertimbangan, seperti kesehatan dan keamanan suatu standar, dapat
dinyatakan wajib. Dan perlu kita sadari bahwa saat ini mutu pan gan juga
merupakan bagian dari tuntutan konsumen.
Gizi Pangan
Keadaan gizi masyarakat terutama dari kelompok rawan merupakan salah satuacuan kemajuan pembangunan kesehatan suatu negara. Dan untuk mengukurkeadaan gizi tersebut, instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan bertanggung jawab untuk menetapkan standar status gizi masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi seperti yang terjadiakhir-akhir ini termasuk kecukupan asupan zat-zat gizi, keadaan ekonomikeluarga, kebersihan lingkungan, pengetahuan gizi, perilaku, dan kesadaranakan pentingnya memperhatikan asupan zat-zat gizi. Dengan demikianpenanganan masalah gizi menjadi tanggungjawab berbagai pihak sepertikesehatan, pertanian, perikanan, industri, pemerintah daerah, pengawas obat dan makanan serta masyarakat.

Untuk mengukur kecukupan asupan gizi masing-masing orang pada setiap
kelompok umur dan jenis kelamin, secara rutin instansi yang bertanggungjawab di bidang kesehatan bersama-sama dengan pakar terkait
melakukan pengkajian untuk menetapkan suatu acuan yang disebut dengan Angka Kecukupan Gizi.

Angka tersebut juga dapat dipergunakan untuk memperkirakan kebutuhan zat gizi masyarakat Indonesia. Jika angka-angka tersebut dikonversikan kedalam bentuk pangan, terutama untuk zat gizi makro, maka dapat diperoleh perkiraan kebutuhan jumlah pangan terutama bahan pangan pokok.
PANGAN IRADIASI
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Tidak mengherankan jika semua negara baik negara
maju maupun berkembang selalu berusaha menyediakan suplai pangan yang
cukup, aman dan bergizi. Penyediaan pangan tersebut berpacu dengan
upaya pemenuhan jumlah dan mutu, termasuk di dalamnya keamanan,
sehingga penggunaan berbagai metode atau teknologi memerlukan
kehati-hatian dan ketepatan. Terdapat banyak cara pengolahan pangan
yang dapat memberikan perlindungan terhadap pangan yang akan dikonsumsi .antara lain pengeringan, pasteurisasi, pembekuan, pengasinan atau penambahan bahan tambahan pangan.

Alternatif lain yang cukup menjanjikan adalah menggunakan teknik iradiasi pangan, yaitu suatu proses dengan menggunakan energi ionisasi untuk membunuh mikroba. Kadang-kadang iradiasi pangan disebut juga sebagai Ã¢Ăą‚¬Ă…“pasteurisasi elektronikÃ¢Ăą‚¬Ă‚? atau Ã¢Ăą‚¬Ă…“pasteurisasi dinginÃ¢Ăą‚¬Ă‚?. Seperti halnya pasteurisasi tradisional, iradiasi pangan dapat meningkatkan keamanan pangan seperti daging, ayam, seafood, biji-bijian dan rempah yang tidak dapat di pasteurisasi panas tanpa terjadinya perubahan sifat dari mentah menjadi matang.

Iradiasi panganIradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan
serta membebaskan dari jasad renik patogen. Iradiasi pangan merupakan
proses yang aman dan telah disetujui oleh lebih kurang 50 negara di
dunia dan telah diterapkan secara komersial selama puluhan tahun di
USA, Jepang dan beberapa negara Eropa.

Proses iradiasi dilaksanakan dengan melewatkan / pemaparan pangan (baik
yang dikemas maupun curah) pada radiasi ionisasi dalam jumlah dan waktu
yang terkontrol untuk mencapai tujuan yang diinginkan (akan dijelaskan
di bawah). Di samping untuk alasan keamanan pangan, iradiasi juga dapat
dimanfaatkan untuk menunda pematangan beberapa jenis buah-buahan dan
sayuran dengan perubahan proses fisiologi jaringan tanaman serta untuk
menghambat pertunasan dari umbi-umbian. Proses ini tidak akan meningkatkan tingkat radioaktivitas pangan. Gelombang energi yang
dilepas selama proses dapat mencegah pembelahan mikroorganisme penyebab pembusukan pangan seperti bakteri dan jamur melalui perubahan struktur molekul.

Dalam meiradiasi pangan, sumber radiasi yang boleh digunakan adalah :
1. sinar Gamma dari radionuklida 60Co atau 137Cs; 2. sinar X yang
dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi pada atau
dibawah 5 MeV; 3. elektron yang dihasilkan dari mesin sumber yang
dioperasikan dengan energi pada atau dibawah 10 MeV.
Iradiasi pangan di dunia internasionalPenetapan ketentuan
tentang pangan iradiasi di berbagai negara di dunia dipengaruhi oleh
penetapan standar dunia tentang pangan iradiasi pada tahun 1983.
Standar ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC), suatu
badan gabungan antara Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO), yang bertanggung jawab dalam penyusunan standar pangan untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi praktek perdagangan pangan yang adil yang sampai saat ini telah beranggotakan 150 negara. Codex General Standard for Food Irradiation disusun berdasarkan hasil keputusan dari Joint Expert Committee on Food Irradiation (JECFI) yang dibentuk oleh FAO-WHO, dan International Atomic Energy Agency (IAEA). Standar dan pedoman yang dikeluarkan oleh Codex menjadi acuan internasional dalam melaksanakan proses iradiasi dan perdagangan pangan iradiasi.

Kecenderungan dunia menggunakan teknik iradiasi terus meningkat karena
adanya keuntungan yang diperoleh antara lain tersedianya pangan yang
bebas dari serangan (infestasi) serangga, kontaminasi dan pembusukan;
pencegahan penyakit karena pangan; dan pertumbuhan perdagangan pangan yang harus memenuhi standar impor dalam hal mutu dan karantina.
Iradiasi pangan memberikan keuntungan praktis jika diterapkan sesuai
dengan sistem penanganan dan dengan distribusi pangan yang aman. Lagi
pula dengan semakin ketatnya larangan penggunaan insektisida kimia
untuk mengendalikan serangga dan mikroba dalam pangan, maka iradiasi
merupakan alternatif yang efektif untuk melindungi pangan dari
kerusakan akibat serangga serta sebagai tindakan karantina untuk produk
pangan segar.

Di negara-negara yang melarang importasi buah yang mengandung bahan
kimia seperti USA dan Jepang sebagai importir utama telah melarang
penggunaan produk yang mengandung insektisida tertentu yang telah
dinyatakan berbahaya terhadap kesehatan. Dengan demikian,
ketidakmampuan suatu negara untuk memberikan pangan yang aman baik
untuk karantina maupun dari segi kesehatan akan menjadi hambatan dagang yang utama. Selama tahun 1996, United States Department of Agriculture (USDA) menerbitkan suatu aturan baru yang mengizinkan importasi sayur dan buah segar yang diiradiasi untuk tujuan mencegah lalat buah. Aplikasi Iradiasi PanganPada prakteknya terdapat tiga penerapan
umum dan kategori dosis dalam menggunakan radiasi ionisasi : 1. Iradiasi dosis rendah : sampai dengan 1 kGy 1. menghambat pertunasan : 0.05 - 0.15 kGy pada: kentang, bawang merah, bawang putih, jahe, ubi jalar dll. 2. Disinfestasi / mencegah serangan serangga dan disinfeksi parasit : 0.15 - 0.5 kGy pada : serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan kering dan daging, daging babi, dll. 3. Menunda proses fisiologis (misalnya pematangan): 0.25 - 1.0 kGy pada : sayur dan buah segar. 2. Iradiasi dosis medium :1 - 10 kGy 1. Memperpanjang masa simpan : 1.0 - 3.0 kGy pada : ikan segar, strawbeery, jamur, dll. 2. Eliminasi mikroba pembusuk dan patogen : 1.0 - 7.0 kGy pada : pangan laut segar dan beku, ternak dan daging segar maupun beku, dll.
3. Memperbaiki teknologi pangan : 2.0 - 7.0 kGy pada : anggur
(meningkatkan hasil sari buah), sayuran dehidrasi (mengurangi waktu
memasak), dll. 3. Iradiasi dosis tinggi: di atas 10 kGy 1. Sterilisasi
industri (kombinasi dengan pemanasan suhu rendah): 30 - 50 kGy pada :
daging, ternak, seafood, makanan steril untuk pasien di rumah sakit,
makanan steril untuk astronot dll. 2. Dekontaminasi beberapa bahan
tambahan pangan : 10 - 50 kGy pada : rempah, enzim, gum dll.

Keuntungan iradiasi pangan Iradiasi pangan cukup memberikan
manfaat yang luas baik bagi industri pangan maupun bagi konsumen antara
lain : * Mengurangi mikroorganisme patogen, sehingga dapat mengurangi
penyakit infeksi, akibatnya biaya yang timbul untuk pengobatan dapat
ditekan. * Dekontaminasi bumbu, rempah dll sehingga tidak merusak rasa
dan aromanya. * Memperpanjang masa simpan, sehingga frekwensi
transportasi distribusi pangan berkurang, akibatnya dampak transportasi
terhadap udara dan lingkungan juga berkurang dan kebutuhan energi untuk
transportasi juga dapat ditekan. * Mencegah serangan/disinfestasi
serangga sehingga dapat menekan berkurangnya gandum, tepung, serealia,
kacang-kacangan dll karena serangan serangga. * Menghambat pertunasan * Ekonomis, tidak banyak pangan yang terbuang karena busuk. * Iradiasi
dapat dilakukan untuk pangan dalam jumlah besar, baik dalam bentuk
curah maupun dikemas. * Iradiasi tidak merubah kesegaran produk (karena
tidak menggunakan panas).

Suatu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah iradiasi dapat
menjadikan suatu pangan yang kotor atau busuk menjadi baik dan bersih?
Tidak satupun teknik pengawetan pangan termasuk iradiasi dapat merubah
pangan yang busuk menjadi baik kembali. Hal yang patut diingat adalah
bahwa Iradiasi tidak dapat memperbaiki pangan yang telah rusak dan
iradiasi tidak dapat menggantikan fungsi Ã¢Ăą‚¬Ă‚?Good Hygienic Practices dan Good Manufacturing Practices (GMP)Ã¢Ăą‚¬Ă‚? yang tetap menjadi prasyarat utama.

Keamanan pangan Iradiasi Codex Alimentarius Commission telah melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi pangan dengan dosis rata-rata sampai dengan 10 kGy tidak menimbulkan bahaya toksisitas dan tidak memerlukan pengujian lebih lanjut. Studi keamanan pangan iradiasi juga dilakukan di berbagai negara baik terhadap hewan percobaan maupun studi klinis pada manusia. Dari hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa : * Iradiasi tidak menyebabkan pangan menjadi radioaktif. Proses iradiasi terjadi dengan melewatkan pangan dengan suatu sumber radiasi dengan kecepatan dan dosis yang terkontrol dan pangan tersebut tidak pernah kontak langsung dengan sumber radiasi. Ketika perlakuan iradiasi dihentikan, tidak ada energi yang tersisa dalam pangan. * Iradiasi tidak menyebabkan pangan menjadi toksik. Semenjak tahun 1940-an pangan iradiasi selalu diteliti dengan seksama terkait dengan toksisitasnya sebelum proses iradiasi diterapkan terhadap suatu pangan. * Konsumsi pangan iradiasi tidak menyebabkan terjadinya perkembangan kromosom tidak normal. * Perubahan kimia yang terjadi pada pangan iradiasi seperti pembentukan produk radiolitik, adalah produk yang juga
terbentuk karena proses pemanasan seperti glukosa asam format,
asetaldehida dan karbondioksida. Keamanan produk radiolitik ini telah
diuji secara seksama dan tidak ditemukan bahaya yang ditimbulkannya. *
Iradiasi tidak menimbulkan terjadinya pembentukan radikal bebas.
Radikal bebas juga terbentuk selama proses pengolahan pangan lain
seperti pemanggangan roti, penggorengan, pengeringan beku dan
lain-lain. * Iradiasi pangan yang dilaksanakan sesuai dengan GMP tidak
meningkatkan risiko botulisme.

Nilai Gizi Pangan Iradiasi Tidak satupun proses pengolahan dan
pengawetan pangan dapat meningkatkan nilai gizi pangan. Karena iradiasi
merupakan proses yang tidak menggunakan panas sehingga kehilangan zat
gizi terjadi dalam jumlah minimal dan lebih kecil dari pada proses
pengawetan lain seperti pengalengan, pengeringan dan pasteurisasi.
Codex Alimentarius Commission dan International Atomic Energy Agency
(IAEA), telah melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi
tidak menimbukan masalah gizi khusus pada pangan. Bahkan hasil sidang
FAO, WHO dan IAEA di Jenewa pada tahun 1997 yang membahas iradiasi
dengan dosis tinggi (>10 kGy) menyimpulkan bahwa dosis di atas 10
kGy tidak menyebabkan kehilangan zat gizi yang dapat berdampak terhadap
status gizi manusia.



Iradiasi pangan telah diteliti, diuji, dan dikaji secara mendalam selama lebih dari 40 tahun, dan saat ini telah memasuki tahap tinggal landas untuk penggunaan komersial di banyak negara. Sekitar 40 negara telah melegalisasi penggunaannya untuk berbagai jenis atau kelompok pangan, dan sekitar 60 iradiator komersial telah memberikan jasa iradiasi pangan di 29 negara. Codex Alimentarius Commisision telah mengeluarkan Standar Umum Pangan Iradiasi pada tahun 1983 dengan batas maksimum dosis iradiasi rata-rata yang diserap pangan 10 kGy. Pengumumana terbaru yang dikeluarkan WHO pada bulan September 1997 menyatakan bahwa 10 kGy tersebut seharusnya ditiadakan saja, karena bukti ilmiah menunjukkan pangan tetap aman dikonsumsi meskipun diiradiasi sampai 75 kGy, asal tidak terjadi perubahan cita rasa secara berlebihan, dan mikroba patogen sudah terbunuh. Perkembangan iradiasi pangan di negara maju terutama di Amerika tlah meningkat belakangan ini, dan diharapkan hal ini akan diikuti pula oleh negara-nrgara lain. Di Indonesia teknologi ini telah dilegalisasi sejak tahun 1987, dan enam jenis atau kelompok pangan sudah boleh diiradiasi untuk tujuan komersial. Teknologi iradiasi masih perlu dikembangkan dan dimasyarakatkan agar dapat dimanfaatkan secara luas, melalui harmonisasi peraturan antarnegara dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Selain itu, teknik iradiasi untuk beberapa keperluan, baik yang menggunakan dosis rendah, sedang maupun tinggi masih perlu dimantapkan atau dikembangkan agar penerapannya lebih efektif, efisien, dan ekonomis.


pemerintah menetapkan beberapa ketentuan tentang pelaksanaan iradiasi pangan yang meliputi izin pemanfaatan tenaga nuklir,jenis pangan yang boleh diiradiasi, dosis iradiasi, sumber iradiasi sertatujuan iradiasi. Ketentuan tersebut telah memperhatikan standarinternasional dan hasil-hasil percobaan di Indonesia oleh institusi yangbergerak dibidang tenaga nuklir. Sementara pengawasan terhadap produkpangan iradiasi dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan obat dan makanan.
Mutu pangan
Bagi produsen mutu pangan merupakan alat kompetisi terhadap produk lain,baik hasil produksi dalam negeri maupun pangan impor. Bagi pemerintah dalamperdagangan pangan selain keamanan, mutu merupakan salah satu persyaratanuntuk mewujudkan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab.

Persyaratan mutu suatu pangan dikemas dalam bentuk Standar Nasional
Indonesia yang ditetapkan oleh badan yang bertanggung jawab di bidang
standar. Standar tersebut bersifat sukarela. Namun, dengan beberapa
pertimbangan, seperti kesehatan dan keamanan suatu standar, dapat
dinyatakan wajib. Dan perlu kita sadari bahwa saat ini mutu pan gan juga
merupakan bagian dari tuntutan konsumen.
Gizi Pangan
Keadaan gizi masyarakat terutama dari kelompok rawan merupakan salah satuacuan kemajuan pembangunan kesehatan suatu negara. Dan untuk mengukurkeadaan gizi tersebut, instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan bertanggung jawab untuk menetapkan standar status gizi masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi seperti yang terjadiakhir-akhir ini termasuk kecukupan asupan zat-zat gizi, keadaan ekonomikeluarga, kebersihan lingkungan, pengetahuan gizi, perilaku, dan kesadaranakan pentingnya memperhatikan asupan zat-zat gizi. Dengan demikianpenanganan masalah gizi menjadi tanggungjawab berbagai pihak sepertikesehatan, pertanian, perikanan, industri, pemerintah daerah, pengawas obat dan makanan serta masyarakat.

Untuk mengukur kecukupan asupan gizi masing-masing orang pada setiap
kelompok umur dan jenis kelamin, secara rutin instansi yang bertanggungjawab di bidang kesehatan bersama-sama dengan pakar terkait
melakukan pengkajian untuk menetapkan suatu acuan yang disebut dengan Angka Kecukupan Gizi.

Angka tersebut juga dapat dipergunakan untuk memperkirakan kebutuhan zat gizi masyarakat Indonesia. Jika angka-angka tersebut dikonversikan kedalam bentuk pangan, terutama untuk zat gizi makro, maka dapat diperoleh perkiraan kebutuhan jumlah pangan terutama bahan pangan pokok.
PANGAN IRADIASI
Pangan merupakan salah satu kebutuhan pokok yang sangat penting dalam
kehidupan manusia. Tidak mengherankan jika semua negara baik negara
maju maupun berkembang selalu berusaha menyediakan suplai pangan yang
cukup, aman dan bergizi. Penyediaan pangan tersebut berpacu dengan
upaya pemenuhan jumlah dan mutu, termasuk di dalamnya keamanan,
sehingga penggunaan berbagai metode atau teknologi memerlukan
kehati-hatian dan ketepatan. Terdapat banyak cara pengolahan pangan
yang dapat memberikan perlindungan terhadap pangan yang akan dikonsumsi .antara lain pengeringan, pasteurisasi, pembekuan, pengasinan atau penambahan bahan tambahan pangan.

Alternatif lain yang cukup menjanjikan adalah menggunakan teknik iradiasi pangan, yaitu suatu proses dengan menggunakan energi ionisasi untuk membunuh mikroba. Kadang-kadang iradiasi pangan disebut juga sebagai Ã¢Ăą‚¬Ă…“pasteurisasi elektronikÃ¢Ăą‚¬Ă‚? atau Ã¢Ăą‚¬Ă…“pasteurisasi dinginÃ¢Ăą‚¬Ă‚?. Seperti halnya pasteurisasi tradisional, iradiasi pangan dapat meningkatkan keamanan pangan seperti daging, ayam, seafood, biji-bijian dan rempah yang tidak dapat di pasteurisasi panas tanpa terjadinya perubahan sifat dari mentah menjadi matang.

Iradiasi panganIradiasi pangan adalah metode penyinaran terhadap pangan baik dengan menggunakan zat radioaktif maupun
akselerator untuk mencegah terjadinya pembusukan dan kerusakan pangan
serta membebaskan dari jasad renik patogen. Iradiasi pangan merupakan
proses yang aman dan telah disetujui oleh lebih kurang 50 negara di
dunia dan telah diterapkan secara komersial selama puluhan tahun di
USA, Jepang dan beberapa negara Eropa.

Proses iradiasi dilaksanakan dengan melewatkan / pemaparan pangan (baik
yang dikemas maupun curah) pada radiasi ionisasi dalam jumlah dan waktu
yang terkontrol untuk mencapai tujuan yang diinginkan (akan dijelaskan
di bawah). Di samping untuk alasan keamanan pangan, iradiasi juga dapat
dimanfaatkan untuk menunda pematangan beberapa jenis buah-buahan dan
sayuran dengan perubahan proses fisiologi jaringan tanaman serta untuk
menghambat pertunasan dari umbi-umbian. Proses ini tidak akan meningkatkan tingkat radioaktivitas pangan. Gelombang energi yang
dilepas selama proses dapat mencegah pembelahan mikroorganisme penyebab pembusukan pangan seperti bakteri dan jamur melalui perubahan struktur molekul.

Dalam meiradiasi pangan, sumber radiasi yang boleh digunakan adalah :
1. sinar Gamma dari radionuklida 60Co atau 137Cs; 2. sinar X yang
dihasilkan dari mesin sumber yang dioperasikan dengan energi pada atau
dibawah 5 MeV; 3. elektron yang dihasilkan dari mesin sumber yang
dioperasikan dengan energi pada atau dibawah 10 MeV.
Iradiasi pangan di dunia internasionalPenetapan ketentuan
tentang pangan iradiasi di berbagai negara di dunia dipengaruhi oleh
penetapan standar dunia tentang pangan iradiasi pada tahun 1983.
Standar ditetapkan oleh Codex Alimentarius Commission (CAC), suatu
badan gabungan antara Food and Agriculture Organization (FAO) dan World Health Organization (WHO), yang bertanggung jawab dalam penyusunan standar pangan untuk melindungi kesehatan konsumen dan memfasilitasi praktek perdagangan pangan yang adil yang sampai saat ini telah beranggotakan 150 negara. Codex General Standard for Food Irradiation disusun berdasarkan hasil keputusan dari Joint Expert Committee on Food Irradiation (JECFI) yang dibentuk oleh FAO-WHO, dan International Atomic Energy Agency (IAEA). Standar dan pedoman yang dikeluarkan oleh Codex menjadi acuan internasional dalam melaksanakan proses iradiasi dan perdagangan pangan iradiasi.

Kecenderungan dunia menggunakan teknik iradiasi terus meningkat karena
adanya keuntungan yang diperoleh antara lain tersedianya pangan yang
bebas dari serangan (infestasi) serangga, kontaminasi dan pembusukan;
pencegahan penyakit karena pangan; dan pertumbuhan perdagangan pangan yang harus memenuhi standar impor dalam hal mutu dan karantina.
Iradiasi pangan memberikan keuntungan praktis jika diterapkan sesuai
dengan sistem penanganan dan dengan distribusi pangan yang aman. Lagi
pula dengan semakin ketatnya larangan penggunaan insektisida kimia
untuk mengendalikan serangga dan mikroba dalam pangan, maka iradiasi
merupakan alternatif yang efektif untuk melindungi pangan dari
kerusakan akibat serangga serta sebagai tindakan karantina untuk produk
pangan segar.

Di negara-negara yang melarang importasi buah yang mengandung bahan
kimia seperti USA dan Jepang sebagai importir utama telah melarang
penggunaan produk yang mengandung insektisida tertentu yang telah
dinyatakan berbahaya terhadap kesehatan. Dengan demikian,
ketidakmampuan suatu negara untuk memberikan pangan yang aman baik
untuk karantina maupun dari segi kesehatan akan menjadi hambatan dagang yang utama. Selama tahun 1996, United States Department of Agriculture (USDA) menerbitkan suatu aturan baru yang mengizinkan importasi sayur dan buah segar yang diiradiasi untuk tujuan mencegah lalat buah. Aplikasi Iradiasi PanganPada prakteknya terdapat tiga penerapan
umum dan kategori dosis dalam menggunakan radiasi ionisasi : 1. Iradiasi dosis rendah : sampai dengan 1 kGy 1. menghambat pertunasan : 0.05 - 0.15 kGy pada: kentang, bawang merah, bawang putih, jahe, ubi jalar dll. 2. Disinfestasi / mencegah serangan serangga dan disinfeksi parasit : 0.15 - 0.5 kGy pada : serealia dan kacang-kacangan, buah segar dan kering, ikan kering dan daging, daging babi, dll. 3. Menunda proses fisiologis (misalnya pematangan): 0.25 - 1.0 kGy pada : sayur dan buah segar. 2. Iradiasi dosis medium :1 - 10 kGy 1. Memperpanjang masa simpan : 1.0 - 3.0 kGy pada : ikan segar, strawbeery, jamur, dll. 2. Eliminasi mikroba pembusuk dan patogen : 1.0 - 7.0 kGy pada : pangan laut segar dan beku, ternak dan daging segar maupun beku, dll.
3. Memperbaiki teknologi pangan : 2.0 - 7.0 kGy pada : anggur
(meningkatkan hasil sari buah), sayuran dehidrasi (mengurangi waktu
memasak), dll. 3. Iradiasi dosis tinggi: di atas 10 kGy 1. Sterilisasi
industri (kombinasi dengan pemanasan suhu rendah): 30 - 50 kGy pada :
daging, ternak, seafood, makanan steril untuk pasien di rumah sakit,
makanan steril untuk astronot dll. 2. Dekontaminasi beberapa bahan
tambahan pangan : 10 - 50 kGy pada : rempah, enzim, gum dll.

Keuntungan iradiasi pangan Iradiasi pangan cukup memberikan
manfaat yang luas baik bagi industri pangan maupun bagi konsumen antara
lain : * Mengurangi mikroorganisme patogen, sehingga dapat mengurangi
penyakit infeksi, akibatnya biaya yang timbul untuk pengobatan dapat
ditekan. * Dekontaminasi bumbu, rempah dll sehingga tidak merusak rasa
dan aromanya. * Memperpanjang masa simpan, sehingga frekwensi
transportasi distribusi pangan berkurang, akibatnya dampak transportasi
terhadap udara dan lingkungan juga berkurang dan kebutuhan energi untuk
transportasi juga dapat ditekan. * Mencegah serangan/disinfestasi
serangga sehingga dapat menekan berkurangnya gandum, tepung, serealia,
kacang-kacangan dll karena serangan serangga. * Menghambat pertunasan * Ekonomis, tidak banyak pangan yang terbuang karena busuk. * Iradiasi
dapat dilakukan untuk pangan dalam jumlah besar, baik dalam bentuk
curah maupun dikemas. * Iradiasi tidak merubah kesegaran produk (karena
tidak menggunakan panas).

Suatu pertanyaan yang sering muncul adalah apakah iradiasi dapat
menjadikan suatu pangan yang kotor atau busuk menjadi baik dan bersih?
Tidak satupun teknik pengawetan pangan termasuk iradiasi dapat merubah
pangan yang busuk menjadi baik kembali. Hal yang patut diingat adalah
bahwa Iradiasi tidak dapat memperbaiki pangan yang telah rusak dan
iradiasi tidak dapat menggantikan fungsi Ã¢Ăą‚¬Ă‚?Good Hygienic Practices dan Good Manufacturing Practices (GMP)Ã¢Ăą‚¬Ă‚? yang tetap menjadi prasyarat utama.

Keamanan pangan Iradiasi Codex Alimentarius Commission telah melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi pangan dengan dosis rata-rata sampai dengan 10 kGy tidak menimbulkan bahaya toksisitas dan tidak memerlukan pengujian lebih lanjut. Studi keamanan pangan iradiasi juga dilakukan di berbagai negara baik terhadap hewan percobaan maupun studi klinis pada manusia. Dari hasil studi yang dilakukan menunjukkan bahwa : * Iradiasi tidak menyebabkan pangan menjadi radioaktif. Proses iradiasi terjadi dengan melewatkan pangan dengan suatu sumber radiasi dengan kecepatan dan dosis yang terkontrol dan pangan tersebut tidak pernah kontak langsung dengan sumber radiasi. Ketika perlakuan iradiasi dihentikan, tidak ada energi yang tersisa dalam pangan. * Iradiasi tidak menyebabkan pangan menjadi toksik. Semenjak tahun 1940-an pangan iradiasi selalu diteliti dengan seksama terkait dengan toksisitasnya sebelum proses iradiasi diterapkan terhadap suatu pangan. * Konsumsi pangan iradiasi tidak menyebabkan terjadinya perkembangan kromosom tidak normal. * Perubahan kimia yang terjadi pada pangan iradiasi seperti pembentukan produk radiolitik, adalah produk yang juga
terbentuk karena proses pemanasan seperti glukosa asam format,
asetaldehida dan karbondioksida. Keamanan produk radiolitik ini telah
diuji secara seksama dan tidak ditemukan bahaya yang ditimbulkannya. *
Iradiasi tidak menimbulkan terjadinya pembentukan radikal bebas.
Radikal bebas juga terbentuk selama proses pengolahan pangan lain
seperti pemanggangan roti, penggorengan, pengeringan beku dan
lain-lain. * Iradiasi pangan yang dilaksanakan sesuai dengan GMP tidak
meningkatkan risiko botulisme.

Nilai Gizi Pangan Iradiasi Tidak satupun proses pengolahan dan
pengawetan pangan dapat meningkatkan nilai gizi pangan. Karena iradiasi
merupakan proses yang tidak menggunakan panas sehingga kehilangan zat
gizi terjadi dalam jumlah minimal dan lebih kecil dari pada proses
pengawetan lain seperti pengalengan, pengeringan dan pasteurisasi.
Codex Alimentarius Commission dan International Atomic Energy Agency
(IAEA), telah melakukan berbagai kajian dan menyatakan bahwa iradiasi
tidak menimbukan masalah gizi khusus pada pangan. Bahkan hasil sidang
FAO, WHO dan IAEA di Jenewa pada tahun 1997 yang membahas iradiasi
dengan dosis tinggi (>10 kGy) menyimpulkan bahwa dosis di atas 10
kGy tidak menyebabkan kehilangan zat gizi yang dapat berdampak terhadap
status gizi manusia.



Iradiasi pangan telah diteliti, diuji, dan dikaji secara mendalam selama lebih dari 40 tahun, dan saat ini telah memasuki tahap tinggal landas untuk penggunaan komersial di banyak negara. Sekitar 40 negara telah melegalisasi penggunaannya untuk berbagai jenis atau kelompok pangan, dan sekitar 60 iradiator komersial telah memberikan jasa iradiasi pangan di 29 negara. Codex Alimentarius Commisision telah mengeluarkan Standar Umum Pangan Iradiasi pada tahun 1983 dengan batas maksimum dosis iradiasi rata-rata yang diserap pangan 10 kGy. Pengumumana terbaru yang dikeluarkan WHO pada bulan September 1997 menyatakan bahwa 10 kGy tersebut seharusnya ditiadakan saja, karena bukti ilmiah menunjukkan pangan tetap aman dikonsumsi meskipun diiradiasi sampai 75 kGy, asal tidak terjadi perubahan cita rasa secara berlebihan, dan mikroba patogen sudah terbunuh. Perkembangan iradiasi pangan di negara maju terutama di Amerika tlah meningkat belakangan ini, dan diharapkan hal ini akan diikuti pula oleh negara-nrgara lain. Di Indonesia teknologi ini telah dilegalisasi sejak tahun 1987, dan enam jenis atau kelompok pangan sudah boleh diiradiasi untuk tujuan komersial. Teknologi iradiasi masih perlu dikembangkan dan dimasyarakatkan agar dapat dimanfaatkan secara luas, melalui harmonisasi peraturan antarnegara dan peningkatan pengetahuan masyarakat. Selain itu, teknik iradiasi untuk beberapa keperluan, baik yang menggunakan dosis rendah, sedang maupun tinggi masih perlu dimantapkan atau dikembangkan agar penerapannya lebih efektif, efisien, dan ekonomis.


pemerintah menetapkan beberapa ketentuan tentang pelaksanaan iradiasi pangan yang meliputi izin pemanfaatan tenaga nuklir,jenis pangan yang boleh diiradiasi, dosis iradiasi, sumber iradiasi sertatujuan iradiasi. Ketentuan tersebut telah memperhatikan standarinternasional dan hasil-hasil percobaan di Indonesia oleh institusi yangbergerak dibidang tenaga nuklir. Sementara pengawasan terhadap produkpangan iradiasi dilakukan oleh instansi yang bertanggungjawab di bidang pengawasan obat dan makanan.
Mutu pangan
Bagi produsen mutu pangan merupakan alat kompetisi terhadap produk lain,baik hasil produksi dalam negeri maupun pangan impor. Bagi pemerintah dalamperdagangan pangan selain keamanan, mutu merupakan salah satu persyaratanuntuk mewujudkan perdagangan pangan yang jujur dan bertanggungjawab.

Persyaratan mutu suatu pangan dikemas dalam bentuk Standar Nasional
Indonesia yang ditetapkan oleh badan yang bertanggung jawab di bidang
standar. Standar tersebut bersifat sukarela. Namun, dengan beberapa
pertimbangan, seperti kesehatan dan keamanan suatu standar, dapat
dinyatakan wajib. Dan perlu kita sadari bahwa saat ini mutu pan gan juga
merupakan bagian dari tuntutan konsumen.
Gizi Pangan
Keadaan gizi masyarakat terutama dari kelompok rawan merupakan salah satuacuan kemajuan pembangunan kesehatan suatu negara. Dan untuk mengukurkeadaan gizi tersebut, instansi yang bertanggung jawab di bidang kesehatan bertanggung jawab untuk menetapkan standar status gizi masyarakat.

Banyak faktor yang menyebabkan timbulnya masalah gizi seperti yang terjadiakhir-akhir ini termasuk kecukupan asupan zat-zat gizi, keadaan ekonomikeluarga, kebersihan lingkungan, pengetahuan gizi, perilaku, dan kesadaranakan pentingnya memperhatikan asupan zat-zat gizi. Dengan demikianpenanganan masalah gizi menjadi tanggungjawab berbagai pihak sepertikesehatan, pertanian, perikanan, industri, pemerintah daerah, pengawas obat dan makanan serta masyarakat.

Untuk mengukur kecukupan asupan gizi masing-masing orang pada setiap
kelompok umur dan jenis kelamin, secara rutin instansi yang bertanggungjawab di bidang kesehatan bersama-sama dengan pakar terkait
melakukan pengkajian untuk menetapkan suatu acuan yang disebut dengan Angka Kecukupan Gizi.

Angka tersebut juga dapat dipergunakan untuk memperkirakan kebutuhan zat gizi masyarakat Indonesia. Jika angka-angka tersebut dikonversikan kedalam bentuk pangan, terutama untuk zat gizi makro, maka dapat diperoleh perkiraan kebutuhan jumlah pangan terutama bahan pangan pokok.
TUGAS TERSTRUKTUR
BOTANI
(Benang sari & Putik)









NAMA: IKA AKMALA
NIM : A1I007009
HORTIKULTURA





UNIVERSITAS JENDRAL SOEDIRMAN
( UNSOED )
PURWOKERTO








BENANG SARI ( STAMEN )
Benang sari atau stamen (dari kata Latin stamen, 'benang pintal') ialah organ reproduksi jantan pada bunga. Setiap benang sari umumnya terdiri dari tangkai sari atau filamen (dari kata Latin filum, 'benang'), dan, pada ujung tangkai sari, kepala sari atau anter (dari kata Yunani kuna anthera, 'dari bunga'). Anter biasanya terdiri dari empat kotak sari, disebut mikrosporangia. Perkembangan mikrosporangia dan spora haploid yang terkandung di dalamnya (yaitu serbuk sari) mirip dengan mikrosporangia pada tumbuhan gimnosperma seperti pinus dan lumut. Serbuk sari dilepaskan dari anter, lalu jatuh, atau terbawa oleh agen eksternal — angin, air, atau hewan — ke putik bunga yang sama maupun bunga lain sehingga terjadi penyerbukan.
Pada stamen, epidermis filamen nya memiliki kutikula dan pada spesies tertentu yang juga memiliki trikoma. Filamen terdiri atas parenkim dengan vakuola yang berkembang baik dan ruang antar sel kecil. Seringkali, dalam cairan sel terdapat pigmen.
Pada setiap daerah terdapat sederetan pemula hipodermis yang membelah periklin membentuk dua lapisan. Lapisan dalam pemula ini merupakan sel sporogen primer yang dengan pembelahan berikutnya membentuk sel induk serbuk. Lapisan dalam pemula merupakan sel parietal primer yang dinding kantong serbuk sari dan bagian besartepetum berkembang sebagai hasil pembelahan sel antiklin dan periklin.
Tapetum membantu dalam penyaluran makanan saat perkembangan sel induk sari dan butir serbuk sari. Lapisan paling luar sel disebut ‘endostium’. Pembukaan kanting dsari dilakukan oleh lapisan ini. Mekanisme pembukaan kantong sari diawali pada saat / selama dehidrasi antera endotesium kehilangan air.
Oleh karena isi air sel menurun / berkurang dinding sel mati karena respirasi berhenti. Dalam irisan melintang sel tampak terbentuk trapesium. Karena, semua sel endotesium kehilangan air pada waktu yang hampir sama dan semua dinding luar melipat dan mengerut. Enditosium mengecil sehingga antera terbuka. Terbelah memanjang antara kedua kantong sari dari tiap lobus. Tempat pembelahan melalui stonium.
Sel epidermis di daerah ini sangat kecil, terutama bila dibandingkan dengan sel epidermis tetangganya. Sehingga, mudah sobek apabila antera masak. Ada beberapa tipe stomium. Pada Ericaceae dan Solanum, pembukaan terjadi pada ujung antera. Sementara, pada Lauraceae, pembukaan terjadi pada sisi antera.
Tapetum terbentuk sebagai hasil siferensiasi bertahap dalam dinding antera. Dalam beberpa kasus, jaringan sporgen berperan dalam pembentukan tapetum. Sel tapetum sangat jelas membesar, kaya denganpritoplasma dan mungkin multinukleat.
Tapetum dibedakan menjadi 2, yaitu :
• Tapetum kelenjar ( sekretori )
Tapetum sekretori apabila sel masih tetap dalam posisi aslinya, kemudian hancur. Isinya diserap pleh sel induk serbuk dari butir sebuk yang berkembang.
• Tapetum ameboid
Tapetum ameboid, apabila protoplas dan sel tapetum mengadakan pemantakan di antara sel induk sebuk dan butir yang berkembang. Mereka saling berlekatan membentuk tapetum peri plasmodium.

Penyerbukan dilakukan oleh angin, biasanya halus ndan kering unuran butir serbuk sari juga sangat beragam. ERDTMAN mengelompkkan butir serbuk sari berdasarkan ukurannya, yaitu :
• perminuta, berdiameter > 10 ”m;
• Minuta, berdiameter antara 10-25 ”m;
• Media, berdiameter antara 25-50 ”m;
• Magna, berdiameter antara 50-100 ”m;
• Permagna, berdiameter antara 100-200 ”m;
• Giganta, berdiameter > 200 ”m.
PUTIK ( GINOESIUM )
Ginoesium tersusun dari karpela bebas (apokarpus) atau berlekatan (sinkarpus) yang biasanya terdiri atas 3 bagian : 1. ovarium(bakal buah suatu bulatan yang berisi 1 atau lebih ovulum; 2. stilus (tangkai putik) yang dihasilka dari pemanjangan dinding ovarium; dan 3. stigma (kepala putik) merupakan bagian di ujung stilus yang memiliki struktur permukaan yang memungkinkan terjadinya penyerbukan ovulom menempel pasa daerah penebalan khusus dinding kerpela yang disebut plasenta.
Apabila karpela ditemukan pada tempat yang lebih tinggi daripada sumbu bunga, bunga disebut hipogin dan ovarium nya disebut superior. Apabila periantium dan stamen terdapat pada tepi perluasan diskus ke arah lateral, terdapat di atas ovarium bunga disebut bunga perigin dan ovariumnya disebut intermediate. Diskus yang cekung dapat menutup ovarium seluruhnya sehingga ovarium terletak di bawah organ bunga lain.
PERANAN ZAT PENGATUR TUMBUH (ZPT) DALAM PERTUMBUHAN DANPERKEMBANGAN TUMBUHAN Sinyal kimia interseluler untuk pertama kali ditemukan pada tumbuhan. Konsentrasi yang sangat rendah dari senyawa kimia tertentu yang diproduksi oleh tanaman dapat memacu atau menghambat pertumbuhan atau diferensiasi pada berbagai macam sel-sel tumbuhan dan dapat mengendalikan perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tumbuhan. 
Dengan menganalogikan senyawa kimia yang terdapat pada hewan yang disekresi oleh kelenjar ke aliran darah yang dapat mempengaruhi perkembangan bagian-bagian yang berbeda pada tubuh, sinyal kimia pada tumbuhan disebut hormon pertumbuhan. Namun, beberapa ilmuwan memberikan definisi  yang lebih terperinci terhadap istilah hormon yaitu senyawa kimia yang disekresi oleh suatu organ atau jaringan yang dapat mempengaruhi organ atau jaringan lain dengan cara khusus. Berbeda dengan yang diproduksi oleh hewan senyawa kimia pada tumbuhan  sering  mempengaruhi sel-sel yang juga penghasil senyawa tersebut disamping mempengaruhi sel lainnya, sehingga senyawa-senyawa tersebut disebut dengan zat pengatur tumbuh untuk membedakannya dengan hormon yang diangkut secara sistemik atau sinyal jarak jauh 
1. Lima tipe utama ZPT 
Ahli biologi tumbuhan telah mengidentifikasi 5 tipe utama ZPT yaitu auksin, sitokinin,  giberelin, asam absisat dan etilen (Tabel 1). Tiap kelompok ZPT dapat  menghasilkan beberapa pengaruh yaitu kelima kelompok ZPT mempengaruhi  pertumbuhan, namun hanya 4 dari 5 kelompok  ZPT tersebut yang mempengaruhi perkembangan tumbuhan yaitu dalam hal diferensiasi sel.
Seperti halnya hewan, tumbuhan memproduksi ZPT dalam jumlah  yang sangat sedikit, akan tetapi jumlah yang sedikit ini mampu mempengaruhi sel target.  ZPT menstimulasi  pertumbuhan dengan memberi  isyarat kepada sel target untuk membelah atau memanjang, beberapa ZPT menghambat pertumbuhan dengan cara menghambat pembelahan atau pemanjangan sel. Sebagian besar molekul ZPT dapat mempengaruhi metabolisme dan perkembangan sel-sel tumbuhan. ZPT melakukan ini dengan cara mempengaruhi lintasan sinyal tranduksi pada sel target. Pada tumbuhan seperti halnya pada hewan, lintasan ini menyebabkan respon  selular seperti mengekspresikan suatu gen,  menghambat atau mengaktivasi  enzim, atau mengubah membran.
Pengaruh dari suatu ZPT bergantung pada  spesies tumbuhan, situs aksi ZPT pada tumbuhan, tahap perkembangan tumbuhan dan konsentrasi ZPT. Satu ZPT tidak bekerja sendiri dalam mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan, pada umumnya keseimbangan konsentrasi dari beberapa ZPT-lah yang akan mengontrol pertumbuhan dan perkembangan tumbuhan
Auksin : Mempengaruhi pertambahan panjang batang,  pertumbuhan, diferensiasi dan percabangan akar; perkembangan buah; dominansi apikal; fototropisme dan geotropisme.
 Sitokinin : Mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar; mendorong pembelahan  sel dan pertumbuhan secara umum, mendorong  perkecambahan; dan menunda penuaan.
 Giberelin : Mendorong perkembangan biji, perkembangan kuncup, pemanjangan batang dan pertumbuhan daun; mendorong pembungaan dan perkembangan buah; mempengaruhi pertumbuhan dan diferensiasi akar.
 Asam absisat (ABA) : Menghambat pertumbuhan; merangsang penutupan  stomata pada waktu kekurangan air, memper-tahankan dormansi.
Etilenn : Mendorong pematangan; memberikan pengaruh yang berlawanan dengan beberapa pengaruh auksin; mendorong atau menghambat pertumbuhan dan  perkembangan akar, daun, batang dan bunga.       Meristem apikal tu-nas ujung, daun muda, embrio dalam biji.
2. Peranan  ZPT
 2.1. Auksin
Istilah auksin diberikan pada  sekelompok senyawa kimia  yang memiliki fungsi utama mendorong pemanjangan kuncup yang sedang berkembang. Beberapa auksin  dihasikan secara alami oleh tumbuhan, misalnya IAA (indoleacetic acid), PAA (Phenylacetic acid), 4-chloroIAA (4-chloroindole acetic acid) dan IBA (indolebutyric acid) dan beberapa lainnya merupakan auksin  sintetik, misalnya NAA (napthalene acetic acid), 2,4 D (2,4 dichlorophenoxyacetic acid) dan MCPA (2-methyl-4 chlorophenoxyacetic acid) .
Gambar 2 menunjukkan pengaruh IAA terhadap pertumbuhan batang dan akar tanaman kacang kapri. Kecambah yang diberi perlakuan IAA menunjukkan pertambahan tinggi yang lebih besar (kanan) dari tanaman kontrol (kurva hitam). Tempat sintesis utama auksin pada tanaman yaitu di daerah meristem apikal tunas ujung.  IAA yang diproduksi di tunas ujung tersebut diangkut ke bagian bawah dan berfungsi mendorong pemanjangan sel  batang.  IAA mendorong pemanjangan sel  batang hanya pada konsentrasi tertentu yaitu 0,9 g/l. Di atas konsentrasi tersebut IAA akan menghambat pemanjangan sel batang. Pengaruh menghambat ini kemungkinan terjadi karena konsentrasi  IAA  yang tinggi mengakibatkan  tanaman mensintesis ZPT lain yaitu etilen yang memberikan pengaruh berlawanan dengan IAA. Berbeda dengan pertumbuhan batang, pada akar (kurva merah), konsentrasi IAA yang  rendah (<10-5 g/l) memacu pemanjangan sel-sel akar, sedangkan konsentrasi IAA yang tinggi menghambat pemanjangan sel akar. Dari Gambar 2 dapat disimpulkan :
1.         Pemberian ZPT yang sama tetapi dengan konsentrasi yang berbeda menimbulkan pengaruh  yang berbeda pada satu sel target.
2.         Pemberian ZPT  dengan konsentrasi tertentu  dapat memberikan pengaruh yang berbeda  pada sel-sel target  yang berbeda.
 Mekanisme kerja auksin dalam mempengaruhi pemanjangan sel-sel tanaman di atas dapat dijelaskan dengan hipotesis sebagai berikut : auksin menginisiasi pemanjangan sel  dengan cara mempengaruhi pengendoran /pelenturan dinding sel. Seperti terlihat pada Gambar 3, auksin memacu protein tertentu  yang ada di membran  plasma sel tumbuhan untuk  memompa ion H+ ke dinding sel. Ion H+ ini mengaktifkan enzim tertentu sehingga memutuskan beberapa ikatan silang hidrogen rantai molekul selulosa penyusun dinding sel.  Sel tumbuhan kemudian  memanjang akibat air  yang masuk secara osmosis.  Setelah pemanjangan  ini, sel terus tumbuh dengan mensintesis kembali material dinding sel dan sitoplasma.
 Selain memacu pemanjangan sel yang menyebabkan pemanjangan  batang dan akar, peranan auksin lainnya adalah kombinasi auksin dan giberelin (Gambar 1) memacu perkembangan  jaringan pembuluh dan mendorong pembelahan sel pada kambium pembuluh sehingga mendukung pertumbuhan diameter batang.  Selain itu auksin (IAA) sering dipakai pada budidaya tanaman antara lain : untuk menghasilkan buah  tomat, mentimun dan terong tanpa biji; dipakai pada pengendalian pertumbuhan gulma  berdaun lebar dari tumbuhan dikotil di perkebunan jagung ; dan memacu  perkembangan meristem akar adventif dari stek  mawar dan bunga potong lainnya.
 2.2. Sitokinin
Sitokinin  merupakan ZPT yang mendorong  pembelahan (sitokinesis).  Beberapa macam  sitokinin merupakan sitokinin alami (misal : kinetin, zeatin) dan beberapa lainnya  merupakan sitokinin sintetik.  Sitokinin alami dihasilkan pada jaringan yang tumbuh aktif terutama pada akar, embrio dan buah. Sitokinin yang diproduksi di akar selanjutnya diangkut oleh xilem menuju sel-sel target pada batang.
Ahli biologi tumbuhan juga menemukan bahwa sitokinin dapat meningkatkan pembelahan, pertumbuhan dan perkembangan kultur sel tanaman. Sitokinin juga menunda penuaan daun,  bunga dan buah dengan cara mengontrol  dengan baik proses kemunduran yang menyebabkan kematian  sel-sel tanaman. Penuaan pada daun melibatkan penguraian  klorofil dan protein-protein, kemudian produk tersebut diangkut oleh floem ke jaringan meristem atau bagian  lain dari tanaman yang membutuhkannya.  Daun kacang jogo (Phaseolus vulgaris) yang ditaruh dalam wadah berair dapat ditunda penuaannya  beberapa hari apabila disemprot dengan sitokinin (Gambar 5b). Sitokinin juga dapat menghambat penuaan bunga dan buah. Penyemprotan sitokinin pada bunga potong dilakukan agar bunga tersebut tetap segar.                                                 
Pada  tumbuhan, efek sitokinin sering dipengaruhi oleh keberadaan  auksin.  Gambar 6 menunjukkan  percobaan sederhana tentang interaksi pengaruh  auksin dan sitokinin. Kedua tanaman pada Gambar 6 ini memiliki umur yang sama. Tanaman di sebelah kiri memiliki tunas ujung (tunas terminal); sedangkan tanaman di sebelah kanan kuncup terminalnya sudah dipotong. Pada tanaman di sebelah kiri, auksin yang diangkut dari kuncup terminal ke batang memacu pertumbuhan memanjang batang sehingga tanaman menjadi bertambah tinggi. Pada tanaman ini auksin menghambat pertumbuhan tunas samping (tunas lateral/aksilar).  Pada tanaman di sebelah kanan karena tidak memiliki kuncup  terminal, pengaruh menghambat dari auksin terhadap pertumbuhan tunas aksilar tidak terjadi.  Sitokinin yang ditransportasikan dari akar ke batang mampu  mengaktifkan pertumbuhan tunas-tunas samping sehingga tanaman memiliki cabang yang banyak dan menjadi rimbun. Pengetahuan tentang penggunaan sitokinin ini dimanfaatkan oleh petani yang memproduksi pohon natal untuk menghasilkan cabang-cabang yang menarik pada pohon tersebut.
 Sebagian besar tumbuhan memiliki pola pertumbuhan yang kompleks yaitu tunas lateralnya tumbuh bersamaan dengan tunas terminalnya. Pola pertumbuhan ini merupakan hasil interaksi antara auksin dan sitokinin dengan perbandingan tertentu. Sitokinin diproduksi dari akar dan diangkut ke tajuk, sedangkan auksin dihasilkan di kuncup terminal kemudian diangkut ke bagian bawah tumbuhan. Auksin cenderung  menghambat aktivitas meristem lateral yang letaknya berdekatan dengan meristem apikal sehingga membatasi  pembentukan tunas-tunas cabang dan fenomena ini disebut dominasi apikal. Kuncup aksilar yang terdapat  di bagian bawah tajuk (daerah yang berdekatan dengan akar) biasanya  akan tumbuh memanjang dibandingkan dengan tunas aksilar yang terdapat dekat dengan kuncup terminal. Hal ini menunjukkan  ratio sitokinin  terhadap auksin yang  lebih tinggi pada bagian bawah tumbuhan.
Interaksi antagonis antara auksin dan sitokinin juga merupakan salah satu cara tumbuhan dalam mengatur derajat pertumbuhan akar dan tunas, misalnya jumlah akar yang banyak akan menghasilkan sitokinin dalam jumlah banyak. Peningkatan konsentrasi sitokinin  ini akan menyebabkan  sistem tunas  membentuk cabang  dalam jumlah yang lebih banyak. Interaksi  antagonis  ini umumnya juga terjadi di antara ZPT tumbuhan lainnya.
 2.3. Giberelin
Gambar 5 menunjukkan 2 kelompok tanaman padi yang sedang tumbuh.  Kelompok di sebelah kiri adalah tanaman padi dengan pertumbuhan normal; sedangkan tanaman di sebelah kiri adalah tanaman padi dengan tinggi tanaman yang lebih besar tetapi memiliki daun yang berwarna kuning. Tanaman padi ini  telah terinfeksi oleh cendawan Gibberella fujikuroi. Bibit padi  yang telah terinfeksi  akan rebah dan mati sebelum sempat menjadi dewasa dan berbunga. Selama berabad-abad petani padi di Asia mengalami kerugian akibat kerusakan yang ditimbulkan oleh cendawan ini. Di Jepang, pola pertumbuhan yang menyimpang ini disebut juga dengan “bakanae” atau “foolish seedling disease” atau “penyakit rebah anakan/kecambah“ .
 
Pada tahun 1926, ilmuwan Jepang (Eiichi Kurosawa) menemukan bahwa cendawan  Gibberella fujikuroi mengeluarkan senyawa kimia yang menjadi penyebab penyakit tersebut. Senyawa kimia tersebut dinamakan Giberelin.  Belakangan ini, para peneliti menemukan bahwa giberelin dihasilkan secara alami  oleh tanaman yang memiliki fungsi  sebagai ZPT. Penyakit rebah kecambah ini akan muncul pada saat tanaman padi terinfeksi  oleh cendawan Gibberella fujikuroi yang menghasilkan senyawa giberelin  dalam jumlah berlebihan.
Pada saat ini dilaporkan terdapat lebih dari 110 macam senyawa giberelin yang biasanya disingkat sebagai GA. Setiap GA dikenali dengan angka yang terdapat padanya, misalnya GA6 . Giberelin dapat diperoleh dari biji yang belum dewasa (terutama pada tumbuhan dikotil), ujung akar dan tunas , daun muda dan cendawan. Sebagian besar  GA yang diproduksi oleh tumbuhan adalah dalam bentuk   inaktif, tampaknya memerlukan prekursor untuk menjadi bentuk aktif.  Pada spesies tumbuhan dijumpai kurang lebih 15 macam GA. Disamping terdapat pada tumbuhan ditemukan juga pada alga, lumut dan paku, tetapi  tidak pernah dijumpai pada bakteri. GA ditransportasikan melalui xilem dan floem, tidak seperti auksin pergerakannya bersifat tidak polar.
Asetil koA, yang berperan penting pada proses respirasi berfungsi sebagai prekursor pada sintesis GA. Kemampuannya untuk meningkatkan pertumbuhan pada tanaman lebih kuat dibandingkan dengan pengaruh yang ditimbulkan oleh auksin apabila diberikan secara tunggal. Namun demikian auksin dalam jumlah  yang sangat sedikit tetap dibutuhkan agar GA dapat memberikan efek yang maksimal.
Sebagian besar tumbuhan dikotil dan sebagian kecil tumbuhan  monokotil akan tumbuh cepat jika diberi GA, tetapi tidak demikian halnya pada tumbuhan konifer misalnya pinus. Jika GA diberikan  pada tanaman kubis tinggi tanamannya bisa mencapai 2 m.  Banyak tanaman yang secara genetik kerdil akan tumbuh normal setelah diberi GA.
Efek giberelin  tidak hanya mendorong  perpanjangan batang, tetapi juga  terlibat dalam proses regulasi  perkembangan  tumbuhan seperti halnya  auksin (Gambar 4).  Pada beberapa tanaman pemberian GA  bisa memacu pembungaan dan mematahkan  dormansi  tunas-tunas serta biji.
                                 
Disintesis pada  ujung  batang dan akar, giberelin  menghasilkan  pengaruh yang cukup luas. Salah satu efek utamanya adalah mendorong pemanjangan batang dan daun. Pengaruh GA  umumnya meningkatkan kerja auksin, walaupun mekanisme interaksi  kedua ZPT tersebut belum diketahui secara pasti. Demikian juga jika dikombinasikan  dengan auksin, giberelin akan  mempengaruhi perkembangan buah misalnya menyebabkan tanaman apel, anggur, dan terong menghasilkan buah walaupun  tanpa fertilisasi. Diketahui giberelin digunakan secara luas untuk menghasilkan  buah anggur tanpa biji pada varietas Thompson. Giberelin juga menyebabkan ukuran buah anggur lebih besar dengan jarak antar buah yang lebih renggang di dalam satu gerombol
 
Giberelin  juga berperan penting dalam perkecambahan biji pada banyak tanaman.  Biji-biji yang membutuhkan kondisi lingkungan khusus untuk berkecambah seperti suhu rendah akan segera berkecambah apabila disemprot dengan giberelin. Diduga giberelin yang terdapat di dalam biji  merupakan penghubung antara isyarat lingkungan dan proses metabolik yang menyebabkan pertumbuhan embrio. Sebagai contoh, air yang tersedia dalam jumlah cukup  akan  menyebabkan embrio pada biji rumput-rumputan mengeluarkan giberelin yang mendorong perkecambahan dengan memanfaatkan cadangan makanan yang terdapat di dalam biji. Pada beberapa tanaman, giberelin menunjukkan interaksi antagonis dengan ZPT lainnya misalnya dengan asam absisat yang menyebabkan  dormansi biji.
2.5.1. Pematangan Buah
Pematangan buah merupakan suatu variasi dari proses penuaan melibatkan konversi pati atau asam-asam organik menjadi gula, pelunakan  dinding-dinding sel,  atau perusakan membran  sel yang berakibat pada  hilangnya cairan sel sehingga jaringan  mengering.  Pada tiap-tiap kasus, pematangan buah distimulasi  oleh gas etilen yang berdifusi ke dalam ruang-ruang antarsel buah. Gas tersebut juga dapat berdifusi melalui udara dari buah satu ke buah lainnya, sebagai contoh  satu buah apel  ranum akan mampu mematangkan keseluruhan buah dalam satu lot.  Buah akan matang lebih cepat jika buah tersebut  disimpan di dalam kantung plastik yang mengakibatkan gas etilen terakumulasi.
 
Pada skala komersial berbagai macam buah misalnya tomat sering dipetik ketika masih dalam keadaan hijau dan kemudian sebagian dimatangkan dengan mengalirkan gas etilen (Gambar 11). Pada kasus lain, petani  menghambat proses pematangan akibat gas etilen alami. Penyimpanan buah apel yang dialiri dengan gas CO2 yang selain berfungsi menghambat kerja etilen, juga  mencegah akumulasi  etilen.  Dengan teknik ini buah apel yang di panen pada musim gugur dapat disimpan untuk dijual pada musim panas berikutnya.
 
2.5.2. Pengguguran Daun
Seperti halnya pematangan buah, pengguguran daun  pada setiap musim gugur yang diawali dengan terjadinya perubahan warna, kemudian daun mengering dan gugur adalah juga merupakan proses  penuaan.  Warna pada daun yang akan gugur merupakan kombinasi pigmen-pigmen baru yang dibentuk pada musim gugur, kemudian pigmen-pigmen yang telah terbentuk tersebut tertutup oleh klorofil. Daun kehilangan warna hijaunya pada musim gugur karena daun-daun tersebut berhenti mensintesis pigmen klorofil.
Peranan etilen dalam memacu gugurnya daun lebih banyak diketahui daripada peranannya  dalam hal perubahan warna daun yang rontok dan pengeringan daun.  Pada saat daun rontok, bagian pangkal tangkai daunnya terlepas dari batang.  Daerah yang terpisah ini disebut lapisan absisi yang merupakan  areal sempit yang tersusun dari  sel-sel parenkima berukuran kecil dengan dinding sel yang tipis dan lemah. 
Setelah daun rontok,  daerah absisi membentuk parut/luka pada batang.  Sel-sel yang mati menutupi parut untuk membantu melindungi tumbuhan terhadap patogen.
Gugurnya daun dipacu juga oleh faktor lingkungan, termasuk panjang hari yang pendek pada musim gugur dan suhu yang rendah. Rangsangan dari faktor lingkungan ini  menyebabkan  perubahan keseimbangan antara etilen dan auksin.  Auksin mencegah absisi dan tetap mempertahankan  proses metabolisme daun, tetapi dengan bertambahnya umur daun jumlah etilen yang dihasilkan juga akan meningkat.  Sementara itu, sel-sel yang mulai menghasilkan etilen akan mendorong pembentukan lapisan absisi. Selanjutnya etilen merangsang lapiasan absisi  terpisah dengan memacu sintesis enzim  yang merusak dinding-dinding  sel pada lapisan absisi. Gugur daun pada musim gugur merupakan adaptasi  tumbuhan untuk mencegah kehilangan air melalui penguapan pada musim salju karena pada saat itu akar tidak mampu menyerap air pada tanah yang membeku.
 3. Aplikasi ZPT pada bidang pertanian
Seperti yang telah dibahas dimuka, ZPT sintetik sangat banyak digunakan pada pertanian modern. Tanpa ZPT sintetik untuk mengendalikan  gulma, atau untuk mengendalikan pertumbuhan dan pengawetan buah-buahan, maka produksi bahan makanan akan berkurang sehingga harganya akan menjadi mahal.  Disamping itu, muncul keprihatinan  bahwa penggunaan senyawa sintetik secara berlebihan pada produksi pangan akan menimbulkan masalah lingkungan dan kesehatan serius.  Sebagai conto dioksin, senyawa kimia sampingan dari sintesa 2, 4-D yang digunakan sebagai herbisida selektif untuk membasmi gulma berdaun lebar dari tumbuhan dikotil.  Walaupun 2, 4-D  tidak beracun terhadap mamalia, namun dioksin dapat menyebabkan cacat lahir, penyakit hati, dan leukimia  pada hewan percobaan.  
Sekarang ini, bagaimanapun juga, produksi bahan pangan secara organik menjadi relatif lebih mahal. Persoalan penggunaan senyawa kimia sintetik pada bidang pertanian melibatkan aspek ekonomi dan etika.  Haruskah kita teruskan memproduksi  pangan yang murah dan berlimpah dengan zat kimia sintetik dan masa bodoh terhadap masalah yang mungkin muncul, atau haruskah kita melakukan budidaya tanaman tanpa zat kimia sintetik berbahaya tetapi dengan menerima kenyataan bahwa harga bahan pangan akaTuesday March 28, 2006 - 09:10pm (PST)
Next Post: KONTROVERSI SEPUTAR PUPUK & PEMUPUKAN TANAMAN Previous Post: KIAT MEMPERBANYAK AGLAONEMA CARA CEPAT – KINERJA HORMON

Research Report from GDLHUB / 2006-01-17 09:25:27
PERAN HORMON GIBERELIN DALAM PEMECAHAN DORMANSI BIJI JATI (Tectona grandis Linn. F.)


By: Fatimah
Email: library@lib.unair.ac.id; library@unair.ac.id
Faculty of Mathematics and Natural Science Airlangga
Created: 2006-01-17 , with 1 file(s).

Keywords: GIBBERELLIS; TEAK
Subject: GIBBERELLIS; TEAK
Call Number: KKB KK-2 LP.130/05
Beragamnya penggunaan kayu jati yang menyebabkan tingginya permintaan akan bahan baku kayu jati, selama ini tidak diimbangi dengan laju produksi tanamannya. Untuk memenuhi permintaan tersebut, upaya penanaman kembali sangat diperlukan. Pengembangan tanaman jati secara konvensional (generatif) memiliki kendala teknis berupa kulit buah yang keras. Kulit buah ini sedemikian kerasnya sehingga bila akan disemai perlu diberi perlakuan awal. Perhutani yang menerapkan pembakaran kulit buah dengan rumput kering hanya dapat menghasilkan persentase tumbuh sekitar 45 % (Sutnama, 2003). Rendahya persentase perkecambahan bisa disebabkan embrio mengalami kerusakan pada saat perlakuan awal. Selain itu rendahnya persentase perkecambahan pada biji jati disebabkan biji mempunyai masa dormansi (masa istirahat) yang relatif cukup lama. Giberelin merupakan hormon tumbuh yang mampu mengatasi dormansi biji pada berbagai spesies dan berlaku sebagai pengganti suhu rendah, hari yang panjang dan atau cahaya merah. Salah satu efek giberelin pada biji adalah mendorong pemanjangan sel sehingga radikula dapat menembus endosperm kulit biji atau kulit buah yang membatasi pertumbuhan (Sallisbury & Ross, 1995).
Penelitian ini dilakukan untuk menjawab permasalahan (1) apakah terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian beberapa konsentrasi giberelin dan perlakuan awal (H2SO4, KNO3, air panas, air dan penipisan kulit biji) terhadap kecepatan dan persentase perkecambahan biji serta pertumbuhan tanaman jati (Tectona grandis Linn. F), (2) berapakah konsentrasi giberelin yang paling baik dalam mempengaruhi perkecambahan biji serta pertumbuhan tanaman jati, (3) kombinasi perlakuan yang manakah yang paling baik dalam mempengaruhi perkecambahan biji serta pertumbuhan tanaman jati.
Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui pengaruh pemberian beberapa konsentrasi giberelin dan perlakuan awal (perendaman dalam H2SO4, KNO3, air panas atau air serta penipisan kulit biji) terhadap kecepatan dan persentase
perkecambahan biji serta pertumbuhan tanaman jati, (2) mengetahui konsentrasi giberelin yang paling baik untuk meningkatkan kecepatan dan persentase perkecambahan biji serta pertumbuhan tanaman jati, dan (3) mengetahui pengaruh kombinasi antara pemberian berbagai konsentrasi giberelin dengan perlakuan awal (perendaman pada H2SO4, KNO3, air panas atau air biasa serta penipisan kulit biji) terhadap kecepatan dan persentase perkecambahan biji serta pertumbuhan tanaman jati.
Penelitian ini menggunakan 300 biji jati yang diperoleh dari PT. MIM Mojokerto, penyedia bibit Jati Emas. Terdapat 30 perlakuan yaitu perlakuan hormon 4 tingkat yaitu GI, G2, G3 dan G4 (berturut turut 1, 10, 100, dan 200 ppm), perlakuan kimia 2 tingkat yaitu biji direndam dalam H2SO4 pekat selama 20 menit (P1), biji direndam dalam KNO3 2 % selama 24 jam (P2), perlakuan fisik 2 tingkat yaitu biji direndam dalam air panas (40°C) selama 42 jam (P3) dan biji direndam dalam air selama 24 jam, kemudian dikeringkan di bawah sinar matahari selama 14 hari (P4), penipisan kulit buah 1 tingkat (P5), serta perlakuan kombinasi antara giberelin dengan perlakuan fisik atau kimia (4x5 tingkat). Masing-masing perlakuan diulang 10 kali dengan menggunakan satu biji setiap ulangan. Pengamatan dilakukan pada hari ke-3 setelah tanam, dan diikuti perkembangannya hingga 3 bulan setelah tanam. Parameter yang diukur adalah waktu yang diperlukan biji untuk berkecambah (kecepatan perkecambahan), persentase perkecambahan, dan pertumbuhan tanaman jati (tinggi batang, jumlah daun, panjang daun, dan lebar daun). Untuk mengetahui perbedaan pengaruh antar perlakuan, data tentang tinggi batang, jumlah daun, panjang dan lebar daun dianalisis dengan menggunakan Analisis Varian (ANAVA). Apabila terdapat perbedaan yang berrnakna dilanjutkan dengan uji Duncan. Sementara itu data mengenai kecepatan dan persentase perkecambahan dianalisis tanpa statistik, sebab biji yang belum tumbuh hingga 3 bulan pengamatan tidak dapat ditabulasikan.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa terdapat perbedaan pengaruh antar perlakuan terhadap kecepatan dan persentase perkecambahan serta pertumbuhan tanaman jati. Persentase perkecambahan tertinggi (40%) terdapat pada perlakuan giberelin 10 ppm (G2). Perlakuan ini menyebabkan batang menjadi lebih tinggi,daun yang terbentuk lebih banyak, serta lebih panjang dan lebih lebar dibanding kontrol maupun kelompok perlakuan yang lain. Sementara itu perlakuan kombinasi antara H2SO4 dengan giberelin 1 ppm berpengaruh lebih baik terhadap pertumbuhan tanaman jati. Berdasarkan basil penelitian ini disimpulkan bahwa (1) terdapat perbedaan pengaruh antara pemberian giberelin dengan perlakuan lainnya terhadap kecepatan dan persentase perkecambahan serta pertumbuhan tanaman jati, (2) konsentrasi giberelin yang paling baik dalam mempercepat perkecambahan serta meningkatkan pertumbuhan tanaman (tinggi batang, jumlah daun, panjang dan lebar daun) adalah giberelin 10 ppm (G2), (3) kombinasi perlakuan yang memberi efek lebih baik dibanding perlakuan lain adalah kombinasi antara H2SO4 dengan giberelin 1 ppm (P1G1).
Copyrights:
Copyright©2004 by Airlangga University Library, Surabaya
http://www.adln.lib.unair.ac.id/go.php?id=gdlhub-gdl-res-2006-fatimah-286&PHPSESSID=86813521b566df5169e868151971d8c9
Peran Giberelin, Pupuk, dan Paklobutrazol pada Pembesaran Subang Gladiol Asal Biji
May 26, 2008 by wuryan
Waktu antara terbentuknya biji sampai menghasilkan subang yang mampu berbunga sebagai salah satu tahapan seleksi bunga gladiol membutuhkan 2 – 4 tahun. Hal ini disebabkan oleh subang yang terbentuk dari biji terlalu kecil. Sedangkan untuk menghasilkan bunga dengan ukuran standard diperlukan subang yang berdiameter lebih dari 3 cm atau minimum 2,5 cm. Penelitian ini bertujuan untuk mendapatkan teknik pembesaran subang yang berasal dari biji dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Hias dengan dua tahapan yaitu tahap pertama melakukan persilangan untuk mendapatkan biji sedangkan tahap kedua adalah perlakuan pada biji yang dihasilkan pada tahapan pertama. Percobaan perlakuan pada biji menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial dengan tiga ulangan. Faktor pertama yaitu tiga level GA3 yaitu 0, 100 dan 200 ppm. Faktor kedua level aplikasi pemberian hara yaitu : 1) Penyiraman pupuk NPK + mikro = 15 : 15 : 15 dengan dosis 1 g/l pada media seminggu sekali. 2) Penyemprotan pupuk NPK + mikro) seminggu sekali pada umur 20 hari sesudah tanam disemprot paklobutrazol 10 ppm. 3) Penyemprotan pupuk NPK + mikro seminggu dua kali pada umur 20 hari dan 40 hari sesudah tanam disemprot paklobutrazol 10 ppm. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perendaman dalam larutan 100 ppm GA3 menghasilkan subang dengan diameter > 1 cm nyata 2,38 kali lebih banyak dengan bobot subang 2,3 lebih berat dibandingkan tanpa perlakuan GA3. Dengan diperolehnya subang gladiol dengan diameter lebih besar 1 cm pada pertanaman pertama dapat menghemat waktu satu periode tanam yang lamanya kurang lebih 8 bulan. Sehingga proses seleksi bunga dapat dipercepat satu periode tanam.
Kata kunci : Gladiolus hybridus; Biji; Giberelin; Pupuk; Paklobutrazol; Subang
ABSTRACT. Wuryaningsih, S., S. Soedjono, D. S. Badriah and A. Abdurachman. 2002. The Effect of gibberellins, fertilizer, and paclobutrazol on gladiolus seed. The time between seed and corm formation flower of gladiolus was a one step of selection which needs 2 – 4 years. It was due to corm formation from seed was too small. On the other hand to result gladiolus flower with quality standard the minimum size of corm was 3 cm or 2.5 cm. To find out technique of corms enlargement from gladiolus seed research was conducted at Indonesian Ornamental Crops Research Institute from March to December 2001. The trials were consisting of two periods. First step was hybridization to find out gladiolus seeds and the second step were seed treatment. A factorial randomized block design consisted of two factors and five replications were used. The first factor was three concentration of GA3 (0, 100 and 200 ppm) and the second one was three fertilizers application (1) NPK + micro = 15: 15: 15 dosage 1 g/l every weeks. 2) NPK + micro = 15: 15: 15 dosage 1 g/l every week and 30 days after planting sprayed by paclobutrazol 10 ppm. 3) NPK + micro = 15: 15: 15 dosage 1 g/l every week and 30 days and 45 days after planting sprayed by paclobutrazol 10 ppm ). The research results showed that dipping seed on 100 ppm GA3 solution produced corm (with diameter more than 1 cm) 2,38 times and weight 2,3 times compared that on control. With the finding of diameter gladiolus corm more than one cm at the first planting could be reduced one period planting about 8 months. So, the flower selection process could be accelerated one planting period.
Key Words: Gladiolus hybridus ; Seed; Giberellin; Fertilizer; Paclobutrazol; Corm.
PENDAHULUAN
Gladiol (Gladiolus hybridus) adalah salah satu kornoditas tanaman hias yang potensial untuk dibudidayakan seeara rneluas, karena nilai estetikanya baik sebagai bunga potong maupun taman dan mampu meningkatkan pendapatan petani. Gladiol termasuk kelompok lima besar bunga potong yang diekspor tahun 2000 dengan negara tujuan terutama Jepang (Satsiyati et al. 2003).
Umur tanaman gladiol dari mulai tanam sampai berbunga berkisar 60 – 80 hari bergantung pada kultivarnya. Secara konvensional umumnya gladiol diperbanyak dengan subang (corm) dan anak subang (cormel). Sedangkan perbanyakan dengan biji hanya dilakukan untuk mendapatkan kultivar baru. Anak subang dapat berasal dari pertanaman gladiol yang berasal dari subang ataupun dari biji. Biji gladiol langsung dapat ditanam dan berkecambah kurang lebih 1 minggu. Tanaman tumbuh sampai menghasilkan anak subang yang berdiameter kurang dari 1 cm kira-kira 5 bulan. Waktu yang dibutuhkan dari anak subang hingga menghasilkan bunga berukuran standar yaitu 2 – 4 tahun. Lama waktu tersebut antara lain disebabkan oleh masa dormansi. Masa dormansi anak subang lebih lama dari pada subang yaitu dapat mencapai 6 bulan. Untuk menghasilkan bunga dengan kualitas yang baik maka ukuran subang bibit yang dianjurkan berdiameter lebih dari 3 cm atau minimum 2,5 cm kecuali Golden Boy yang cukup diameter 1 cm. Warna merupakan karakter utama yang disukai oleh konsumen walau tidak ada standarnya. Ukuran standar bunga potong gladiol sebagai bunga potong , panjang tangkai 81 – 96 cm, jumlah bunga per tangkai minimum 12 kuntum, dan diameter bunga antara 11,5 – 14 cm (wilfret 1980 dalam Larson, 1980).
Masalah yang dihadapi dalam pemuliaan gladiol adalah waktu antara terbentuknya biji sampai menghasilkan subang yang mampu berbunga sebagai salah satu tahapan seleksi membutuhkan 2 – 4 tahun. Hal ini disebabkan oleh subang yang terbentuk dari biji terlalu kecil. Oleh karena itu diperlukan perlakuan untuk mendorong pembesaran subang yang berasal dari biji. Apabila perlakuan ini berhasil akan mempunyai prospek efisiensi waktu minimal setengah dari metode yang sudah dilakukan atau menghemat satu periode pertumbuhan gladiol dari subang – bunga – subang. Ukuran subang berpengaruh terhadap waktu tumbuhnya tunas, produksi subang, dan bunga (wilfret 1980 dalam Larson 1980; Laskar & Yana 1994; Sanjaya 1995).
Giberelin secara fisiologis berpengaruh terhadap pembelahan atau pembesaran sel (Weaver 1972) oleh karena itu diperlukan aplikasi konsentrasi giberelin dan ketersediaan hara dalam memacu pembesaran anak subang. Penyemprotan GA3 pada daun saat munculnya tangkai bunga mendorong terbentuknya anak subang (Imanishi et al. 1970). Pencelupan subang dalam larutan GA3 100 mg selama 24 jam dari tiga kultivar gladiol dilaporkan dapat meningkatkan bobot subang menjadi 239,4 dan 59,1 % (Arora et al. 1992). Sedangkan Soedjono (1992) melaporkan bahwa bobot subang gladiol naik dengan pemberian air kelapa 600 ml/l (81,49 g), GA3 75 mg/l (95,73 g) dan greenzit 4 dan 6 ml/l (81,53 dan 87,75 g) dibanding kontrol 78,24 g. Pemberian larutan dilakukan pada waktu tanam dengan cara mencelupkan umbi yang akan ditanam. Selanjutnya berturut – turut seminggu sekali selama satu bulan setelah tanam, larutan disiramkan pada subang. Giberelin terbukti dapat menggantikan perlakuan suhu rendah (vernalisasi ) pada beberapa tanaman benial seperti bawang putih (Satsiyati dkk., 1986). Panjang petiol bayam juga meningkat dengan giberelin (Johnson dkk., 1989). Menurut Dahab dkk., (1987), giberelin dapat mempercepat pembungaan C. frustescent. Giberelin juga mendorong sintesis dari enzym tertentu dalam biji. Perendaman biji palem raja dan palem kuning dalam larutan GA3 mampu mempercepat perkecambahannya (Sharma & Sing 1981). Perendaman biji palem selama 72 jam dalam konsentrasi GA3, 1000 ppm diperoleh daya kecambah 83,5 % (Soedjono & Suskandari, 1997).
Paklobutrazol atau betha-[(chlorophenyl) methyl -alpha- (1,1-dimethyl)-H-1,2,4 triazole - 1- ethanoll)], merupakan salah satu zat penghambat pertumbuhan yang berfungsi menghambat pertumbuhan bagian vegetatif tanaman menjadi mengecil dan merangsang pcrtumbuhan bunga yang digunakan secara teratur pada berbagai produksi komersial (Wilkinson & Richard 1987). Pemberian paklobutrazol yang dikombinasikan dengan pemupukan dan pengairan dapat meningkatkan ranting reproduktif mangga 8,6 % bila dibandingkan dengan aplikasi paklobutrazol secara mandiri (Tegopati et al. 1994). Penggunaan paklobutrazol merangsang pembungaan 2 bulan lebih awal dengan jumlah hunga lebih banyak dibandingkan tanpa paklobutrazol (Yuniastuti et al. 2001). Tanggap suatu zat penghambat tumbuh yang diberikan akan berbeda-beda dengan perbedaan spesies ataupun kultivar. Pemberian paklobutrazol secara tidak langsung menginduksi pembungaan dan diduga karena rasio fase vegetatif dan generatif yaitu pertumbuhan vegetatif dihambat dan hasil fotosintesis dialokasikan untuk pembentukan bunga (Weaver 1972). Terhambatnya aktivitas pertumbuhan kemungkinan disebabkan oleh terhambatnya biosintesis giberelin. Paklobutrazol menghambat biosisntesis giberelin dengan menghambat oksidasi kaurene menjadi asam kaurenoik. Paklobutrazol yang antigiberelin bekerja dengan menghambat pemanjangan internodia dan pelebaran daun yang disebabkan oleh terhambatnya pemanjangan sel (Wample & Culver 1983).
Hipotesis penelitian dapat dirumuskan bahwa pembesaran subang gladiol yang berasal dari biji dipengaruhi oleh perendaman dalam giberelin, pupuk dan paklobutrazol.
Berdasarkan hal – hal tersebut maka percobaan ini dilakukan dengan tujuan untuk mendapatkan teknik pemacuan pertumbuhan dan pembesaran subang yang berasal dari biji hasil persilangan. Data dianalisis menggunakan uji beda nyata jujur pada taraf 5 %.
Bahan dan Metode
Penelitian dilakukan di Balai Penelitian Tanaman Hias dari bulan Maret sampai Desember 2001 dengan dua tahapan yaitu tahap pertama melakukan persilangan untuk mendapatkan biji sedangkan tahap kedua adalah perlakuan pada biji yang dihasilkan pada tahapan pertama.
Percobaan pertama merupakan tahap persiapan bahan yaitu melakukan persilangan antara tetua jantan Holland merah dengan tetua betina Holland merah dengan metode dan teknik budidaya standar (pemupakan dilakukan tiga kali yaitu saat tanaman berdaun 2 – 3 helai dan 5 – 6 helai serta setelah panen bunga masing – masing 5 g/tanaman dengan pupuk NPK (15 : 15 : 15). Biji dipanen apabila buah telah kering yaitu 1 bulan setelah penyerbukan. Biji hasil persilangan ini 2 minggu sesudah panen digunakan untuk percobaan kedua.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok pola faktorial dengan lima ulangan. Faktor pertama adalah perendaman biji gladiol dengan tiga taraf GA3 yaitu 0, 100 dan 200 ppm. Biji direndam dalam larutan GA3 selama 1 malam. Selanjutnya biji ditanam pad abak – bak yang berisi tanah yang sudah disterilisasi dengan menggunakan uap panas selama 1 jam. Faktor kedua cara pemberian pupuk yaitu : 1) Penyiraman pupuk NPK (15 : 15 : 15 ) + multi mikro dengan dosis 1 g/l pada media seminggu sekali. 2) Penyemprotan pupuk NPK (15 : 15 : 15 ) + multi mikro seminggu sekali, pada umur 20 HST disemprot paklobutrazol 10 ppm. 3) Penyemprotan pupuk NPK (15 : 15 : 15 ) + multi mikro seminggu dua kali, pada umur 20 dan 40 HST disemprot paklobutrazol 10 ppm. Pemberian pupuk dimulai 2 minggu setelah biji berkecambah dan diakhiri pada saat tanaman umur 4 bulan. Setiap kombinasi perlakuan 80 biji. Penanaman dilakukan pada bak – bak yang berukuran 34 X 44 X 12 cm dengan kerapatan 80 biji/bak. Pemeliharaan tanaman meliputi penyiraman dan penyemprotan pestisida dilakukan secara rutin disesuaikan dengan kondisi pertanaman di lapangan. Pada umur 6 bulan ketika daun – daun sudah mulai menguning tanaman dibongkar dan diamati subang yang dihasilkan. Peubah yang diamati adalah : a). persentase tanaman yang tumbuh, b). jumlah subang, e). diameter subang, d). bobot subang
HASIL DAN PEMBAHASAN
Biji yang digunakan sebagai bahan percobaan merupakan hasil silangan yang dipanen pada umur 1 bulan setelah penyerbukan. Biji gladiol 2 minggu sesudah panen diberi perlakuan perendaman GA3 selama 24 jam, ditiriskan kemudian ditanam dan berkecambah kurang lebih 1 minggu. Persentase kecambah biji gladiol yang diamati pada umur satu bulan setelah tanam menunjukkan hasil tidak berbeda nyata baik antara level perendaman GA3 maupun pemupukan (Tabel 1). Hal ini menunjukkan adanya keseragaman perkecambahan di antara perlakuan pada awal penelitian sebelum perlakuan pemupukan.
Hasil analisis data yang disajikan pada Tabel I dan 2 menunjukkan bahwa perendaman biji gladiol dalam larutan GA3 maupun pemupukan yang dikombinasikan dengan penyemprotan paklobutrazol tidak berpengaruh nyata terhadap persentase tumbuh maupun jumlah subang. Pada pengamatan diameler subang >1 cm dapat diketahui bahwa perendaman biji gladiol dalam larutan GA3 berpengaruh nyata terhadap jumlah subang dengan diameter > I cm. Perendaman dalam larutan 100 ppm GA3 menghasilkan subang dengan diameter > 1 cm nyata 2,38 kali lebih banyak dibandingkan tanpa perlakuan GA3 (kontrol). Selanjutnya dapat dikemukakan bahwa pengaruh perendaman biji gladiol dalam larutan GA3 berpengaruh nyata terhadap bobot subang total. Perendaman dalam larutan 100 ppm GA3 menghasilkan subang dengan bobot subang 2,3 lebih berat dibandingkan tanpa perlakuan GA3.
Tabel 1 : Pengaruh GA3 dan pupuk terhadap persentase tumbuh, jumlah subang, jumlah subang dengan diameter > 1 cm ( The effect of GA3 and fertilizer on the percentage of gladiolus seed sprouting, corm number, and corm number with diameter more than 1 cm), Cipanas 2001

Perlakuan (Treatment) Persentase tumbuh (Sprouting percentage) Jumlah subang (corm number) Jumlah subang diameter > 1 cm (corm number with diameter more than 1 cm)
Perendaman GA3 Subang %
0 ppm 65,69 a 46,40 a 3,87 b 7,62 b
100 ppm 66,88 a 53,00 a 9,20 a 17,12 a
200 ppm 69,31 a 50,27 a 6,80 ab 12,45 ab
Pemupukan
1 X seminggu 66,81 x 50,53 x 5,47 x 10,21 x
1 X seminggu + paklobutrazol 10 ppm pd 20 HST 69,31 x 46,40 x 6,07 x 12,00 x
1 X seminggu + paklobutrazol 10 ppm pd 20 dan 40 HST 65,76 x 52,73 x 8,33 x 14,99 x
Interaksi TN TN TN TN
Angka yang ditandai oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur pada taraf 5 % (the value followed by the same letter are not significantly different according to hsd at five percent level). *) minggu setelah tanam (week after planting)
Tabel 1 : Pengaruh GA3 dan pupuk terhadap Bobot subang total dan rataan bobot/ subang ( The effect of GA3 and fertilizer on corm weight and mean of corm weight/corm), Cipanas 2001

Perlakuan (Treatment) Bobot subang total (Corm weight) Rataan bobot/ subang (Mean of corm weight/corm)
Perendaman GA3 g g
0 ppm 3,29 b 0,80 a
100 ppm 7,55 a 0,81 a
200 ppm 5,51 ab 0,80 a
Pemupukan
1 X seminggu 4,37 x 0,77 x
1 X seminggu + paklobutrazol 10 ppm pd 20 HST 3,32 x 0,83 x
1 X seminggu + paklobutrazol 10 ppm pd 20 dan 40 HST 6,66 x 0,80 x
Interaksi TN TN
Angka yang ditandai oleh huruf yang sama tidak berbeda nyata menurut uji beda nyata jujur pada taraf 5 % (the value followed by the same letter are not significantly different according to hsd at five percent level). *) minggu setelah tanam (week after planting)
Ukuran subang berpengaruh terhadap waktu tumbuhnya tunas, masa dormansi, persentase bertunas, serta produksi subang dan bunga (Wilfret 1980 dalam Larson 1980; Laskar & Yana 1994; Sanjaya 1995). Menurut Wilfret (1980 dalam Larson 1980) berdasarkan diameternya, subang gladiol diklasifikasi menjadi enam kelas, Sedangkan menurut The North American Gladiolus Council menjadi tiga kelas. Wifret (1980 dalam Larson 1980) membagi subang gladiol menjadi 6 kelas berdasarkan diameter subang yaitu kelas 1 diameter subang >3,5 cm; kelas 2 diameter subang 3,0 – 3,5 cm; kelas 3 diameter subang 2,5 - 3,0 cm; kelas 4I diameter subang 2,0 - 2,5 cm; kelas 5 diameter subang 1,5 - 2,0 cm, dan kelas 6 diameter subang < 1,5 cm, Sedangkan tingkat ukuran subang gladiol yang dikembangkan oleh The North American Gladiolus Council (Wilfret, 1980 dalam Larson 1980) adalah (1) kelas besar terdiri atas jumbo dengan diameter subang >5.1 cm dan nomor 1 dengan diameter subang 3,8 - 5,1 cm; (2) kelas medium terdiri atas nomor 2 dengan diameter subang 3,2 - 3,8 cm dan nomor 3 dengan diameter subang 2,5 - 3,2 cm; (3) kelas kecil terdiri atas nomor 4 dengan diameter subang 1,9 - 2,5 cm; nomor 5 dengan diameter subang 1,3 – 1,9 cm, dan nomor6 dengan diameter subang 1,0 - 1,3 cm.
Waktu yang dibutuhkan dari biji hingga menghasilkan bunga berukuran standar yaitu antara 3-4 tahun, Hal ini antara lain disebabkan oleh masa dormansi dan besamya anak subang untuk dapat menghasilkan bunga dengan tipe standar, Masa dormansi anak subang lebih lama dari pada subang yaitu clapat mencapai 6 bulan, Untuk menghasilkan bunga dengan kualitas yang baik ukuran subang bibit yang digunakan berdiameter lebih dari 3 cm atau minimum 2,5 cm kecuali golden boy yang cukup diameter1 cm. Sebagai ilustrasi dapat diuraikan sebagai berikut biji gladiol tidak mengalami dormansi, berkecambah setelah + 1 minggu setelah tanam. Tanaman tumbuh sampai kira-kira 5 bulan dan menghasilkan anak subang yang berdiameter kurang dari 1 cm, Anak subang ini kemudian memasuki masa dormansi 5-6 bulan. Anak subang yang selanjutnya ditanam untuk pembesaran sampai ± 4-5 bulan dan menghasilkan anak subang dengan diameter <2 cm, Kemudian memasuki masa dormansi + 3-4 bulan. Anak subang dengan diameter <2 cm ditanam sampai ± 4-5 bulan yang akan menghasilkan subang dengan diameter >2 cm yang akan memasuki masa dormansi ±3-4 bulan. Selanjutnya ditanam untuk menghasilkan bunga ukuran standar dengan periode panen 60-80 hari dan menghasilkan subang maupun anak subang yang terbatas dan dapat dilakukan seleksi secara kualitatif maupun kuantitatif.
Perendaman biji dalam larutan GA3 menunjukkan bahwa konsentrasi GA3 berpengaruh nyata terhadap hasil subang gladiol pada pertanaman pertama yaitu menghasilkan subang dengan diameter >1cm. Perendaman dalam larutan 100 ppm GA3 nyata menghasilkan subang dengan diameter > 1 cm yaitu 2,38 kali lebih banyak dengan bobot subang 2,3 kali lebih berat dibandingkan tanpa perlakuan GA3 (Tabel 1). Sedangkan perlakuan dengan 200 ppm GA3 menghasilkan subang dengan diameter >1 cm 1,75 kali lebih banyak dengan bobot subang 1,7 kali dibandingkan tanpa perlakuan GA3. Dengan demikian dapat dikatakan bahwa perlakuan perendaman dalam larutan GA3 pada biji gladiol mempunyai pengaruh yang sama dengan perendaman subang dalam larutan GA3
Pertumbuhan tanaman membutuhkan karbohidrat sebagai sumber energi antara lain gula dan protein sebagai bahan penyusun sel – sel baru. Menurut Weaver (1972), asam giberelat mendorong pembentukan enzim amilase. Enzim ini mengkatalisis perubahan pati menjadi gula yang digunakan sebagai sumber energi. Dengan demikian pemberian GA3 selain akan mendorong pembelahan dan pembesaran sel juga menstimulir terbentuknya energi sehingga dihasilkan subang lebih banyak dan lebih besar. Hasil tersebut seiring dengan yang dilaporkan Arora et al., (1992) bahwa pencelupan subang gladiol dalam larutan GA3 menghasilkan bobot subang dan diameter subang meningkat 239,4 % dan 59,1 % jika diperlakukan pada 100 mg/l. Sedangkan Soedjono, (1992) melaporkan bahwa bobot subang gladiol naik dengan pemberian air kelapa 600 ml/l, GA3 75 mg/l dan greenzit 4 dan 6 ml/l
Dari hasil penelitian ini dapat dikatakan bahwa perendaman biji gladiol pada 100 ppm GA3 menghasilkan subang gladiol dengan diameter > 1 cm hasil pertanaman pertama ini apabila ditanam satu kali lagi sesudah dormansi 3 – 4 bulan diharapkan akan menghasilkan subang dengan diameter > 3cm sehingga pada penanaman berikutnya dapat dihasilkan bunga. Dengan demikian akan dapat menghemat satu periode tanam yang lamanya kurang lebih 8 bulan. Sehingga proses seleksi bunga dapat dipercepat satu periode tanam.
KESIMPULAN
Perendaman dalam larutan 100 ppm GA3 menghasilkan subang dengan diameter > 1 cm 2,38 kali kali lebih banyak dengan bobot subang 2,3 kali lebih besar dibandingkan kontrol. Hasil penelitian ini dapat menghemat waktu proses seleksi bunga satu periode tanam yang setara dengan 8 bulan.
DAFTAR PUSTAKA
1. Arora, J.S., S. Kushal., N.S. Grewal. 1992. Effect of GA3 on cormel growth in gladiolus. Indian J. of plant physiol. 35 (2) : 202 – 206.
2. Dahab, A.M.A., R.S. Eldahb and M.A. Salem. 1987. Effect of gibberellic acid on growth, flowering, and constituents of C. frustescens. Acta Hort. 205 : 129 – 135.
3. Imanishi, H. Sasaki,K and Oe.M. 1970. Further studies on the cormel formation in gladiolus. Bull.Univ.Osaka. Series B 22 : 1 17.
4. Johnson, J.R., J.W. Rushing and R.M. Janice. 1989. Gibberellic acid influences petiole characteristics and post harvest quality of fresh-marked spinach. HortSci. 42 (5) : 85.
5. Larson, R.A. 1983. Introduction to floriculture. Acad. Press.Inc. London
Dr. Kumala Dewi, M.Sc.St.
k.dewi@eudoramail.com Dr. : School of Biochemistry and Molecular Biology, The Australian National University,
Australia (2006), bidang Plant Growth and Development/Plant Hormones. M.Sc.St. : Plant Science Department, the
University of Tasmania, Australia (1994), bidang Plant Growth and Development/Plant Hormones. Minat Penelitian :
Hormon tumbuhan, fisiologi biji Siklus hidup tumbuhan meliputi beberapa proses seperti perkecambahan,
perkembangan akar dan tunas, pemanjangan batang, pembungaan, perkembangan buah dan biji. Sepanjang siklus
hidup tumbuhan, hormon-hormon tumbuhan mempunyai peran yang sangat penting dalam pengaturan proses
pertumbuhan dan perkembangan. Pada masa kini, penelitian-penelitian mengenai sintesis dan mekanisme aksi hormon
tumbuhan telah difokuskan pada level molekuler. Sebagai contoh, beberapa gen pengkode enzim-enzim yang
mengkatalisis sintesis hormon giberelin (GA 20-oksidase dan GA 3-oksidase) telah berhasil diisolasi dan diklon.
Modifikasi pertumbuhan dan perkembangan tanaman dapat dilakukan melalui modifikasi ekspresi gen-gen tersebut.
Hormon-hormon tumbuhan juga terlibat dalam proses partisi asimilat. Seiring dengan meningkatnya kebutuhan bahan
pangan, kita perlu meningkatkan pemahaman mengenai dasar-dasar mekanisme partisi asimilat, dan hal ini sangat
berkaitan dengan proses sintesis dan pengiriman sinyal-sinyal hormon ke organ-organ yang menjadi target aksi hormon.
Penelitian-penelitian mengenai analisis hormon, efek hormon, dan pemahaman yang komprehensif akan adanya
keterkaitan antara hormon yang satu dengan yang lain diharapkan dapat mendukung upaya-upaya untuk mewujudkan
ketahanan pangan yang berkesinambungan. Topik-topik penelitian yang direncanakan dan diharapkan dapat dilakukan
dalam waktu dekat diantaranya : a) penelitian mengenai peran hormon dalam proses pembentukan umbi/ rhizome. b)
penelitian mengenai mekanisme pematahan dormansi biji dan dormansi tunas. c) penelitian mengenai peran hormon
giberelin pada proses pembungaan. d) pengembangan tehnik-tehnik untuk mengontrol pertumbuhan tanaman dengan
memodifikasi kandungan hormon dalam rangka mendukung progam peningkatan produksi pangan.